
BicaraPlus – Setelah sempat mendapat kartu kuning pada 2023, Geopark Kaldera Toba kini kembali mendapatkan status kartu hijau dari UNESCO. Status tersebut diputuskan dalam sidang UNESCO Global Geoparks Council yang berlangsung di La Araucania, Chili, Sabtu (6/9/2025) waktu setempat.
Kartu hijau merupakan bentuk penilaian tertinggi dalam jaringan UNESCO Global Geopark (UGGp). Dengan status ini, keanggotaan Toba Caldera UGGp diperpanjang hingga empat tahun ke depan, sebelum dilakukan revalidasi ulang. Sebaliknya, kartu kuning hanya memperpanjang keanggotaan selama dua tahun dengan catatan harus memperbaiki rekomendasi UNESCO.
Dalam sidang tersebut, selain Toba, dua geopark lain dari Indonesia juga berhasil mempertahankan status kartu hijau, yaitu Geopark Ciletuh-Palabuhan Ratu di Jawa Barat dan Geopark Rinjani di Nusa Tenggara Barat.
Dari Kartu Kuning ke Kartu Hijau
Geopark Kaldera Toba pertama kali diakui UNESCO pada 2020. Namun, tiga tahun berselang, pada proses validasi ulang 2023, UNESCO memberikan kartu kuning. Artinya, pengelolaan dianggap masih memiliki sejumlah kekurangan yang harus diperbaiki dalam dua tahun.
Tim asesor kemudian melakukan revalidasi pada 21–25 Juli 2025. Hasilnya diputuskan dalam sidang UNESCO bulan September ini, Toba dinyatakan layak kembali menyandang status kartu hijau.
“Tanpa adanya komitmen yang kuat dari Gubernur Sumatera Utara, Muhammad Bobby Afif Nasution, capaian ini tidak akan pernah terwujud,” kata Azizul Kholis, General Manager Badan Pengelola Toba Caldera UGGp, yang hadir langsung dalam sidang di Chili. Menurutnya, kepemimpinan Bobby berperan besar dalam menyatukan langkah pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, dan berbagai pemangku kepentingan di kawasan Danau Toba.
Apa yang Menjadi Penilaian UNESCO
UNESCO menilai geopark berdasarkan tiga pilar utama, yaitu geodiversity, biodiversity, dan cultural diversity. Toba memenuhi ketiganya.
Geodiversity: Kaldera Toba adalah kaldera terbesar di dunia, terbentuk dari letusan supervolcano sekitar 74.000 tahun lalu. Batuan vulkanik di kawasan ini menjadi catatan sejarah geologi yang penting secara global.
Biodiversity: Kawasan ini menyimpan keragaman hayati khas, termasuk tumbuhan endemik Batak seperti sampinur tali dan hariara.
Cultural Diversity: Kehidupan masyarakat Batak di sekitar danau masih mempertahankan warisan budaya, mulai dari situs megalitik hingga rumah adat.
Selain itu, UNESCO juga menilai aspek pengelolaan berkelanjutan, edukasi, serta pemberdayaan ekonomi lokal. Status kartu hijau berarti Kaldera Toba dinilai telah memenuhi standar tersebut.
Momentum untuk Pengelolaan
Azizul berharap pencapaian ini menjadi momentum untuk memperkuat pengelolaan geopark ke depan. “Pencapaian ini kami harapkan menjadi momentum untuk memperkuat pengelolaan Kaldera Toba agar lebih baik lagi dan memberi manfaat nyata bagi masyarakat lokal,” ujarnya.
Di sisi lain, status kartu hijau juga berpotensi meningkatkan diplomasi budaya Indonesia. Sebagai destinasi geopark global, Toba bukan hanya menjadi ruang konservasi, tetapi juga pintu untuk memperkenalkan kekayaan alam dan budaya Indonesia ke dunia.
Catatan Ke Depan
Meski demikian, tantangan masih terbuka. Danau Toba kerap menghadapi persoalan klasik: pencemaran air, konflik pemanfaatan ruang, hingga tarik-menarik antara pariwisata masif dan pelestarian lingkungan. Status kartu hijau dari UNESCO bisa menjadi dorongan, namun tetap bergantung pada konsistensi pengelolaan di lapangan.
Pada akhirnya, Geopark Kaldera Toba tidak hanya berbicara tentang status internasional, melainkan tentang bagaimana warisan geologi, hayati, dan budaya ini benar-benar bisa dikelola untuk keberlanjutan, sekaligus memberi manfaat bagi masyarakat yang hidup di sekitarnya.