Surplus Perdagangan Turun, Purbaya: Tanda Konsumsi Domestik Pulih

downloadgram.org 587019501 17854155441573700 4381035975554802948 n 1

BicaraPlus — Laporan dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada Senin (1/12) menegaskan dominasi Indonesia sebagai trader yang konsisten meraup keuntungan. Neraca perdagangan pada Oktober 2025 kembali mencatatkan surplus, kali ini sebesar US$2,4 miliar.

Prestasi ini surplus selama 66 bulan tanpa jeda adalah penanda ketahanan struktural ekspor Indonesia di tengah dinamika global. Namun, angka Oktober tersebut menunjukkan penurunan tajam dibandingkan catatan bulan sebelumnya, September 2025, yang mencapai US$4,34 miliar.

Penyusutan surplus hampir separuh ini lazimnya memicu kekhawatiran, sebab surplus yang terlalu kecil dapat mengikis cadangan devisa. Namun, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menawarkan perspektif yang berbeda, bahkan optimistik.

Menurut Purbaya, penurunan nilai surplus justru harus dibaca sebagai indikasi positif, yakni pulihnya permintaan domestik. Dalam dialektika ekonomi, surplus neraca perdagangan yang terlampau besar sering kali menjadi cermin dari lesunya konsumsi di dalam negeri. Ketika masyarakat enggan berbelanja (konsumsi rumah tangga rendah), impor barang konsumsi otomatis turun drastis, menyebabkan selisih (surplus) antara ekspor dan impor melebar.

“Kalau surplusnya kegedean, tandanya apa? Permintaan domestik kan jelek,” ungkap Purbaya di Jakarta Pusat, Senin (1/12).

Ia menegaskan, tren yang disajikan BPS kali ini mencerminkan normalisasi aktivitas ekonomi. Surplus yang menciut, tetapi masih positif, mengisyaratkan bahwa impor, terutama impor bahan baku dan barang konsumsi, mulai bergerak naik seiring meningkatnya daya beli dan keyakinan pasar.

“Kalau surplusnya menyusut tapi masih surplus, artinya ada tanda-tanda perbaikan di domestic demand,” tegasnya, memberi penekanan bahwa dinamika ini adalah cerminan dari pemulihan konsumsi rumah tangga yang sempat lesu.

Purbaya menekankan bahwa perkembangan neraca perdagangan ini perlu dicermati secara saksama dalam beberapa bulan mendatang. Data Oktober 2025 adalah anomali yang menjanjikan, namun belum bisa dijadikan dasar kesimpulan jangka panjang.

Jika tren penyusutan moderat ini terus berlanjut dan menetap pada tingkat yang lebih realistis, mengindikasikan keseimbangan antara aktivitas ekspor yang kuat dan permintaan impor yang sehat, maka ekonomi domestik Indonesia dapat dianggap telah mencapai titik stabilitas baru.

“Kita lihat beberapa bulan ke depan seperti apa. Kalau balik ke normal, artinya ekonomi domestik mulai normal lagi dengan permintaan yang lebih sebelum-sebelumnya,” pungkas Purbaya, menyiratkan harapan bahwa domestic demand akan kembali menjadi mesin pertumbuhan ekonomi utama di masa depan.

Bagikan