
BicaraPlus – Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Sultan Baktiar Najamudin, menghidupkan kembali gagasan politik etis yang berpihak pada manusia dan alam melalui kuliah umumnya di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Mengusung tema “Politik Etis, DPD RI dan Green Democracy: Rute Baru Demokrasi Indonesia,” acara yang digelar di FISIPOL UMY ini dihadiri Dekan FISIPOL Dr. phil. Ridho Al-Hamdi, S.Fil.I., M.A., Anggota DPD RI Dapil DIY Ir. Ahmad Syauqi Soeratno, M.M., jajaran dosen, serta mahasiswa S1 hingga S3.
Dalam sambutannya, Sultan menyampaikan apresiasi kepada UMY sebagai ruang strategis lahirnya pemikiran besar dan calon pemimpin bangsa. Ia menegaskan bahwa kampus tidak hanya menjadi tempat belajar, tetapi juga arena pembentukan karakter, moralitas, dan kapasitas kepemimpinan. “Di ruangan seperti inilah dipersiapkan pemimpin-pemimpin masa depan yang memadukan akhlaqul karimah, kapasitas profesional, dan keberanian moral,” ujarnya.
Sultan kemudian memaparkan karakter DPD RI sebagai lembaga non-partisan yang bekerja tanpa fraksi ataupun instruksi politik. DPD RI, menurutnya, berfungsi sebagai penampung aspirasi daerah yang mengedepankan musyawarah dan deliberasi. Ia juga menyinggung hasil Pemilu Serentak 2024, yang menurutnya menyisakan “residu demokrasi” dan mengharuskan adanya evaluasi agar demokrasi Indonesia tidak hanya berjalan secara prosedural, tetapi juga substantif dan etis.
Green Democracy sebagai Arah Baru Politik Indonesia
Dalam paparannya, Sultan memperkenalkan konsep Green Democracy sebagai fondasi baru politik etis abad ke-21. Green Democracy, paparnya, bukan sekadar seremoni penanaman pohon, tetapi paradigma tata kelola pemerintahan yang menempatkan keberlanjutan lingkungan sebagai inti dari proses politik. Ia menegaskan bahwa dalam perspektif Islam, gagasan ini sejalan dengan peran manusia sebagai Khalifah fil Ardh, yaitu pemimpin yang memakmurkan bumi, bukan mengeksploitasinya.
Sultan menjelaskan bahwa Green Democracy mencakup kebijakan publik yang berpihak pada keberlanjutan ekologis, penataan anggaran negara yang memprioritaskan keadilan lingkungan dan sosial, serta pendidikan yang menanamkan kesadaran ekologis sejak dini. Ketiganya, menurutnya, akan membentuk budaya politik baru yang melahirkan masyarakat dengan gaya hidup hijau dan berorientasi pada keberlanjutan.
Ia juga menyoroti perlunya transformasi dalam praktik kampanye politik. Ke depan, kampanye harus lebih ramah lingkungan melalui penggunaan platform digital, pengurangan baliho fisik, dan penguatan debat gagasan. “Keberhasilan pembangunan tidak hanya diukur dari banyaknya gedung yang berdiri, tetapi dari kualitas udara, air, dan ruang terbuka hijau,” tegasnya.
Pesan Moral untuk Intelektual Muda UMY

Menutup kuliah umum, Sultan menyampaikan pesan mendalam kepada mahasiswa dan civitas akademika UMY. Ia mengajak generasi muda untuk menjadi intelektual yang tidak hanya cerdas secara politik, tetapi juga memiliki kesadaran ekologis dan kepekaan moral. “Tidak ada demokrasi yang sehat di atas bumi yang sakit,” ujarnya penuh penekanan.
Acara berakhir dengan sesi tanya jawab interaktif, pertukaran cinderamata, dan foto bersama. Gagasan Green Democracy yang dibawakan Sultan diharapkan menjadi inspirasi sekaligus rute baru bagi demokrasi Indonesia yang lebih beradab, hijau, dan berkelanjutan.





