
BicaraPlus – Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati di Majalengka berdiri megah di tengah hamparan lahan luas. Terminalnya luas, landas pacunya panjang, fasilitasnya modern, tapi suasananya sunyi. Hanya suara angin dan langkah petugas yang sesekali terdengar di lorong terminal yang mengilap.
Fenomena itu, menurut Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), bukan tanpa sebab.
“Besar, bagus, megah. Tapi in the middle of nowhere, di Majalengka, kawasan Rebana namanya,” ujar AHY dalam konferensi pers Satu Tahun Kinerja Pemerintahan Prabowo-Gibran, Selasa (21/10), seperti dikutip Detik Finance.
Bagi AHY, akar masalah Kertajati terletak pada satu hal: konektivitas yang datang terlambat.
Bandara dibangun dengan ambisi besar untuk menjadi gerbang udara utama Jawa Barat, tapi jalur penghubung jalan tol, transportasi umum, dan kawasan pendukung ekonomi tak kunjung rampung ketika bandara sudah berdiri.
“Mungkin awalnya dulu kurang terintegrasi. Bandaranya dibangun, tapi konektivitasnya terlambat, sehingga tanggung. Kalau gitu, mending di Jakarta sekalian. Lalu ditinggalkan, sepi. Padahal besar, bagus, infrastrukturnya lengkap. Tapi hanya bandara itu yang hidup, kawasannya belum,” katanya.
Dengan kata lain, Kertajati seperti rumah mewah di ujung jalan yang belum diaspal. Terlalu siap untuk ditinggali, tapi tak mudah dijangkau.
Meski demikian, pemerintah belum menyerah. AHY menegaskan, berbagai upaya dilakukan agar Kertajati tak menjadi monumen mahal dari perencanaan yang setengah matang.
Salah satunya dengan menggandeng Garuda Maintenance Facility AeroAsia (GMF AeroAsia) untuk membuka fasilitas perawatan pesawat atau Maintenance, Repair, and Overhaul (MRO) di area bandara.
“Kita coba hidupkan dengan menghadirkan kerja sama antara pengelola BIJB dengan GMF, untuk menghadirkan fasilitas MRO,” jelas AHY.
Kini, kawasan itu mulai digunakan untuk perawatan helikopter. AHY berharap langkah ini bisa memantik aktivitas ekonomi baru di sekitar Kertajati.
“Mudah-mudahan dengan itu kawasan sekitar bisa berkembang dan generate pertumbuhan baru,” ujarnya optimistis.
Kenyataannya, Kertajati memang belum ramai. Penerbangan domestik resmi dihentikan sementara sejak 2 Juni 2025, kata Kepala Biro BUMD Jawa Barat Deny Hermawan.
“Betul, penerbangan domestik dari dan menuju Bandara Kertajati sementara belum tersedia,” ujarnya pada Juni lalu.
Maskapai seperti Lion Air, Super Air Jet, dan Citilink sebelumnya sempat membuka rute ke Denpasar dan Balikpapan. Namun, satu per satu menutup layanan mereka karena minim penumpang.
Kini, Kertajati hanya melayani satu rute internasional reguler ke Singapura, dua kali sepekan, setiap Selasa dan Sabtu.
Bandara Kertajati lahir dari ambisi besar, memindahkan sebagian beban Bandara Soekarno-Hatta dan menggerakkan ekonomi wilayah timur Jawa Barat. Namun, tanpa integrasi transportasi dan aktivitas industri di sekitarnya, ia justru seperti “bandara di tengah antara”, terlalu jauh dari Jakarta, belum cukup dekat dari kota besar lain.
Kini, pemerintah berusaha meniupkan napas baru lewat kolaborasi industri dan rencana pengembangan kawasan Rebana.





