
BicaraPlus – Jagat maya dalam beberapa hari terakhir kembali memusatkan perhatian ke Riau. Tagar #SaveTessoNilo dan #KamiBersamaTessoNilo berseliweran di beranda X dan Instagram, menyuarakan satu pesan yang sama: ada sesuatu yang genting di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), rumah bagi Gajah Sumatera yang tersisa.
Lanta apa sebenarnya yang terjadi?
Semua bermula pada Jumat (21/11). Sekelompok massa mendatangi Poskotis TNTN di Pelalawan dan meminta petugas angkat kaki dalam satu jam. Permintaan itu tak direspons, dan massa kembali dengan jumlah lebih besar. Situasi memanas dan berubah menjadi perusakan.
Plang dicabut, portal dibongkar, tenda pleton TNI AD dirusak. Dokumen, baliho, perlengkapan pos, hingga ribuan bibit tanaman, semua ikut hancur.
Bukan sekadar vandalisme. Bagi publik, ini adalah alarm keras tentang konflik panjang di Tesso Nilo yang tak pernah selesai.
Para Seleb dan Influencer Turun Gunung
Aksi perusakan ini memicu gelombang protes. Para selebritas, aktivis, hingga organisasi global ramai-ramai bersuara.
Melanie Subono menyinggung adanya upaya memecah belah publik melalui konflik horizontal.
“Biasanya kalau mentok, yang dibawa itu isu komunis, agama, atau ras. Yang paling gampang bikin ribut,” tulisnya di Instagram.
Aktor Chicco Jerikho, yang selama ini aktif mengampanyekan konservasi gajah, mengunggah foto dirinya bersama seekor gajah. “Kembalikan Tesso Nilo sesuai fungsinya. #KamiBersamaTessoNilo.”
WWF Indonesia juga merilis pernyataan keras. Menurut mereka, Tesso Nilo bukan sekadar hutan, melainkan simpul penting koridor jelajah Gajah Sumatera. Jika kawasan hilang, gajah kehilangan ruang gerak, jalur kawin, dan sumber makanan. Dan ketika habitat menyempit, konflik dengan manusia pasti meningkat.
Sementara itu, influencer Rahel Yosi Ritonga sampai meminta PBB turun tangan. Ia menyoroti ribuan hektare kawasan TNTN yang berubah menjadi kebun sawit. “Mereka berhak hidup damai di rumahnya sendiri,” katanya.
Kapolda Riau: Saya Berdiri Mewakili Para Gajah yang Tak Bisa Bersuara
Di tengah riuh suara publik, perhatian tertuju pada Kapolda Riau Irjen Pol Herry Heryawan. Pernyataan tegasnya viral. “Saya berdiri mewakili para gajah yang tidak bisa bersuara.”
Bukan sekadar slogan. Lewat program Green Policing, Polda Riau aktif melakukan penanaman pohon bersama masyarakat, pelajar, dan berbagai instansi. Tujuannya sederhana namun fundamental, yak ni memulihkan hutan yang rusak karena perambahan, deforestasi, dan kebakaran yang saban tahun menghantui Riau.
“Pohon yang kita tanam hari ini mungkin tidak kita rasakan langsung. Tapi 5–10 tahun lagi, anak-cucu kita yang akan merasakan,” ujarnya.
47 Pelaku Perusakan Hutan Ditangkap
Sejalan dengan kampanye, penegakan hukum berjalan. Sepanjang Januari–Juli 2025, Polda Riau menangkap 47 pelaku perusakan hutan di berbagai titik.
Kasus terbaru di Poskotis TNTN pun diusut. Laporan resmi telah masuk dan penyidik mulai memeriksa saksi-saksi.
“Tidak ada pembiaran. Semua tindakan main hakim sendiri tidak dapat dibenarkan” tegas Kombes Asep Darmawan.”
Namun penindakan hanya satu sisi dari masalah. Akar konfliknya jauh lebih kompleks.
Konflik bermula ketika Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) menyegel 81.793 hektare area di TNTN pada Juni 2025. Warga diminta mengosongkan lahan paling lambat 22 Agustus. Bagi ribuan warga yang sudah lama menggantungkan hidup pada kebun sawit, keputusan itu mengejutkan.
Portal dipasang, sawit ditebang, listrik diputus, hingga murid sekolah di kawasan itu tak lagi diterima di sekolah negeri. Di sisi lain, pemerintah berkukuh bahwa kawasan konservasi tak boleh terus dirambah.
Pertentangan pun memanas. Di lapangan, hutan yang tersisa makin sempit.
Tesso Nilo: Surga Biodiversitas yang Terancam Punah
Tesso Nilo bukan hutan biasa. Riset menyebut kawasan ini memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia.
Dalam satu hektare, ditemukan lebih dari 360 jenis tumbuhan, angka yang jarang ditemukan di kawasan hutan lain. LIPI mencatat 83 tanaman obat, dari pegaga hingga patalo bumi.
Satwa yang tinggal di sana termasuk Gajah Sumater, Harimau Sumatera, Tapir, siamang, beruang madu, dan rusa; serta 20+ spesies burung langka, seperti rangkong, kuau, elang, dan ular bido.
Namun semua kekayaan itu terus tergerus. Sejak 2009, luas hutan Tesso Nilo anjlok 85%, sebagian besar berubah menjadi kebun sawit ilegal. Pembalakan liar, penjarahan, dan perambahan terjadi hampir di seluruh batas hutan.
Para ahli konservasi bahkan memperingatkan, jika tidak ada tindakan tegas, dalam 10 tahun satwa-satwa kunci bisa lenyap dari Tesso Nilo.
Tesso Nilo Hari Ini: Titik Didih yang Tak Bisa Lagi Diabaikan
Insiden perusakan posko hanyalah puncak gunung es dari konflik sosial-ekologi yang panjang.
Di satu sisi, masyarakat menggantungkan hidup pada kebun.
Di sisi lain, gajah dan harimau kehilangan rumah.
Pemerintah berada di tengah, mencoba mengembalikan fungsi hutan sekaligus mencegah konflik sosial.
Satu hal pasti: Tesso Nilo butuh penyelamatan nyata. Bukan hanya dari aparat, bukan hanya dari aktivis, tapi dari semua pihak yang percaya bahwa hutan adalah warisan masa depan.





