Rosan Roeslani: Penyelesaian Utang Kereta Cepat Jakarta Bandung Harus Komprehensif

WhatsApp Image 2025 10 08 at 10.08.01 2

BicaraPlus — Di balik laju cepat kereta Whoosh yang membelah jalur Jakarta–Bandung, tersimpan satu masalah yang masih berjalan lambat, penyelesaian utang proyek raksasa tersebut.

Beberapa waktu terakhir, topik utang Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) kembali menjadi perbincangan hangat. Pemicunya adalah sikap tegas Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menolak memberi dukungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk proyek yang diklaim sebagai simbol modernisasi transportasi Indonesia itu.

Penolakan itu membuka babak baru dalam pembahasan panjang tentang cara menyelesaikan beban keuangan proyek bernilai miliaran dolar tersebut.

Rosan Perkasa Roeslani, Chief Executive Officer (CEO) Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara), menyebutkan bahwa hingga kini kajian penyelesaian utang Whoosh masih berjalan. Pemerintah, kata dia, tak ingin mengambil keputusan terburu-buru.

“Kita ingin penyelesaiannya komprehensif. Bukan hanya solusi sementara yang bisa menimbulkan masalah baru. Ini bukan sekadar soal finansial,” ujar Rosan di kantor Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Jakarta Selatan, belum lama ini.

Ia menjelaskan, proyek ini melibatkan banyak kementerian dan lembaga (K/L), sehingga diperlukan kajian lintas sektor agar penyelesaian yang diambil dapat menjawab seluruh aspek, ekonomi, hukum, dan tata kelola investasi.

Rosan berharap, hasil kajian internal Danantara dapat rampung sebelum akhir tahun, dan kemudian akan dipresentasikan di hadapan K/L terkait untuk menentukan arah restrukturisasi utang.

Selain evaluasi internal, pemerintah juga menjalin komunikasi intens dengan National Development and Reform Commission (NDRC), lembaga perencanaan ekonomi tertinggi di China.

Rosan menegaskan, pembahasan ini tak bisa dilepaskan dari konteks geopolitik, mengingat proyek Whoosh merupakan bagian dari inisiatif kerja sama strategis antara Indonesia dan China, yang dimulai di era Presiden Xi Jinping.

“Ini bukan proyek biasa. Bagi China, Whoosh juga penting karena menjadi simbol dari program besar Presiden Xi Jinping pada waktu itu,” kata Rosan.

Rosan juga menyoroti posisi PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai pemimpin konsorsium PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), pemegang saham mayoritas (60%) di KCIC. Menurutnya, restrukturisasi utang harus memperhatikan keberlanjutan operasional dan dampak terhadap layanan publik.

“Kalau nanti dampaknya ke KAI, maka juga akan berdampak ke pelayanan KA yang lainnya. Jadi ini harus dilihat dari banyak sisi,” ujarnya.

Ia meminta publik bersabar menunggu hasil akhir kajian. Menurutnya, proyek sebesar Whoosh tak bisa diselesaikan hanya dengan pendekatan finansial jangka pendek, melainkan dengan strategi menyeluruh yang memperhitungkan manfaat jangka panjang bagi negara.

Pemerintah memang belum mengumumkan bentuk restrukturisasi yang akan dipilih, apakah melalui penjadwalan ulang utang, penyertaan modal, atau skema investasi baru. Namun, Rosan menegaskan satu hal, prosesnya akan terukur, transparan, dan mempertimbangkan kepentingan nasional.

“Kita ingin solusi yang berkelanjutan. Bukan hanya menyelesaikan masalah hari ini, tapi memastikan proyek ini tetap memberi manfaat di masa depan,” tutupnya.

Bagikan