
BicaraPlus – Isu konservasi di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) memasuki babak baru yang krusial. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) memastikan tidak ada kompromi, yakni sertifikat lahan milik masyarakat yang teridentifikasi berada di dalam kawasan konservasi harus dibatalkan.
Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid menegaskan bahwa langkah tegas ini diambil demi mengembalikan fungsi asli Tesso Nilo sebagai hutan lindung. Nusron tidak menutup mata bahwa langkah ini melibatkan ribuan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang selama ini dipegang masyarakat.
“Tidak ada pilihan lain. Ya memang harus dikembalikan menjadi fungsi hutan dan pemegang sertifikatnya harus kita batalkan. Nah, ini sekarang tinggal proses pembatalan dan sudah 1.040 atau berapa yang kita batalkan,” tegas Nusron, belum lama ini.
Secara total, Kementerian ATR/BPN berencana membatalkan 1.758 SHM yang bersinggungan langsung dengan kawasan TNTN. Setelah dicabut, lahan-lahan tersebut akan dikembalikan menjadi kawasan hutan, yang eksekusinya menjadi tugas Kementerian Kehutanan. “Akan dikembalikan menjadi fungsi hutan. Ini dilakukan karena memang ingin mengembalikan Tesso Nilo sebagai taman nasional menjadi hutan lindung lagi. Sebagai rumah gajah, bukan rumah manusia,” jelasnya lugas.
Langkah agresif ini sejalan dengan komitmen kuat dari Kementerian Kehutanan. Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni memastikan bahwa restorasi Tesso Nilo harus berlanjut demi memastikan habitat kritis Gajah Sumatra tidak lagi terganggu.
Ia bahkan mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan langsung Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) untuk mengembalikan Tesso Nilo sebagai rumah bagi satwa liar, termasuk gajah kesayangan mereka, Domang.
“Proses restorasi Taman Nasional Tesso Nilo terus dilakukan. Kita terus bekerja untuk memastikan Domang dan kawan-kawan rumahnya tidak diganggu dan mereka bisa hidup di alam bebas,” ujar Raja Juli.
Target restorasi pun cukup ambisius. Saat ini, fokus dilakukan pada area seluas 31.000 hektare, dan rencananya akan terus dikembangkan hingga mencapai 80.000 hektare.
Raja Juli mengakui bahwa persoalan di Tesso Nilo adalah warisan masa lalu yang rumit dan terdapat resistensi dari masyarakat yang SHM-nya akan dicabut. Namun, pemerintah bertekad untuk menuntaskan masalah ini demi kelangsungan ekosistem di salah satu paru-paru Sumatra tersebut.





