
BicaraPlus – Di tengah dinamika ekonomi global yang serba cepat dan penuh ketidakpastian, masa depan kerap terasa seperti kemewahan. Di sinilah arti penting sistem dana pensiun kembali disorot sebagai fondasi ketahanan sosial dan ekonomi bangsa.
Dalam forum Indonesia Pension Fund Summit (IPFS) 2025 yang digelar di Banten, belum lama ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Kementerian Keuangan menegaskan kembali komitmen untuk memperkuat peran industri dana pensiun sebagai penopang kesejahteraan nasional.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menilai, tantangan ekonomi global menuntut sektor jasa keuangan agar tak hanya stabil, tetapi juga adaptif dan inklusif.
“Kinerja intermediasi terus dioptimalkan untuk mendukung pembiayaan sektor prioritas, termasuk UMKM dan proyek berkelanjutan. Industri dana pensiun memiliki peran strategis menopang ketahanan ekonomi nasional dan memastikan kesejahteraan masyarakat di masa tua,” ujar Mahendra.
Hingga Agustus 2025, aset dana pensiun nasional mencapai Rp1.593 triliun, tumbuh 8,72 persen (yoy). Dari jumlah itu, program wajib menyumbang Rp1.200 triliun, sementara program sukarela sekitar Rp392 triliun. Total peserta mencapai 29 juta orang, angka yang terus naik, namun belum sebanding dengan jumlah penduduk usia produktif di Indonesia.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menyebut IPFS sebagai ruang strategis untuk membangun ekosistem pensiun yang lebih kokoh, digital, dan berkelanjutan.
“Pembangunan sistem pensiun bukan hanya tentang masa depan individu, tetapi juga memastikan masa depan bangsa yang berketahanan dan sejahtera,” ujarnya.
Isu reformasi ini kian mendesak. Tiga tantangan utama sistem pensiun Indonesia sudah lama diketahui, yakni transisi demografi menuju masyarakat menua (aging population); rendahnya angka kepesertaan program pensiun, baik wajib maupun sukarela; dan penarikan dini manfaat jaminan hari tua, yang menghambat akumulasi dana jangka panjang.
Direktur Pengembangan Dana Pensiun, Asuransi, dan Aktuaria Kementerian Keuangan, Ihda Muktiyanto, menjelaskan bahwa reformasi sistemik melalui UU P2SK menjadi langkah penting menjawab persoalan ini. Pemerintah mendorong tiga strategi utama: memperluas cakupan kepesertaan dengan skema yang lebih fleksibel, memperkuat tata kelola investasi, serta mengharmonisasikan program pensiun agar mampu menopang pembiayaan pembangunan nasional.
Langkah ini juga menjadi bagian dari proses aksesi Indonesia ke OECD, yang menuntut kerangka hukum dan kebijakan keuangan sejajar dengan standar internasional.
OJK menegaskan bahwa prinsip-prinsip tata kelola dana pensiun di Indonesia kini semakin sejalan dengan pedoman OECD, termasuk dalam hal transparansi, perlindungan peserta, dan manajemen risiko investasi.
Dalam forum yang dihadiri lebih dari 300 pemangku kepentingan, hadir pula Cosimo Thawley, Minister-Counsellor Kedutaan Besar Australia di Jakarta. Ia menegaskan komitmen Australia untuk terus mendukung penguatan sistem pensiun Indonesia melalui program Prospera dan kemitraan bilateral.
“Indonesia menunjukkan kepemimpinan kuat dalam mengembangkan sistem pensiun yang inklusif dan berkelanjutan,” ujarnya.
Forum IPFS 2025 sendiri mengangkat tema “Towards an Inclusive, Digitalised, and Sustainable Retirement System in Indonesia”. Empat sesi utama membahas isu-isu kunci: reformasi sistem nasional, harmonisasi program, digitalisasi dan demografi, serta peran dana pensiun dalam transisi hijau dan keuangan berkelanjutan.
Di tengah gempuran ekonomi digital, iklim yang berubah, dan pasar kerja yang kian fleksibel, dana pensiun menjadi jangkar yang jarang disadari pentingnya. Bukan hanya sebagai instrumen keuangan, melainkan kontrak sosial antar generasi, bentuk solidaritas antara mereka yang bekerja hari ini dan mereka yang akan menua esok.
Ogi Prastomiyono menutup dengan nada optimis, “Dengan semangat sinergi dan komitmen kuat, Indonesia dapat mewujudkan sistem pensiun nasional yang inklusif, digital, dan berkelanjutan, sekaligus berperan aktif menuju Indonesia Emas 2045.”
Namun, seperti banyak agenda reformasi lain, kuncinya tetap sama: kepercayaan dan konsistensi. Sebab, masa depan yang sejahtera tidak lahir dari kebetulan melainkan dari kesadaran kolektif untuk menyiapkannya bersama.





