Prabowo: Rp13 Triliun Hasil Korupsi Bisa Bangun 600 Kampung Nelayan dan 8.000 Sekolah

IMG 7214

BicaraPlus – Presiden Prabowo Subianto kembali menekankan komitmennya terhadap keadilan ekonomi dan pemberantasan korupsi. Di hadapan jajaran Kejaksaan Agung, ia menyampaikan apresiasi atas keberhasilan lembaga tersebut menyerahkan uang pengganti kerugian negara sebesar Rp13,25 triliun dalam perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya.

Penyerahan dana tersebut dilakukan di Gedung Utama Kompleks Kejaksaan Agung RI, Jakarta, pada Senin, 20 Oktober 2025. Nilai fantastis itu, kata Prabowo, bukan sekadar angka dalam laporan keuangan negara. Ia melihatnya sebagai potensi nyata untuk memperkuat ekonomi rakyat, terutama bagi sektor yang selama ini terpinggirkan.

“Rp13 triliun ini kita bisa memperbaiki, merenovasi lebih dari 8.000 sekolah. Atau kalau untuk kampung nelayan, dengan anggaran Rp22 miliar per kampung, kita bisa bangun sekitar 600 kampung nelayan. Fasilitas yang selama 80 tahun Republik berdiri belum pernah betul-betul diperhatikan,” ujar Presiden.

Prabowo kemudian menautkan pemulihan dana korupsi itu dengan program pembangunan desa nelayan, salah satu prioritas pemerintahannya. Program ini menargetkan 1.100 desa nelayan modern hingga akhir 2026, dengan fasilitas yang lebih manusiawi, mulai dari rumah layak huni, gudang es, tempat pelelangan ikan, hingga sarana pendidikan bagi anak nelayan.

“Sekarang kita memperbaiki, kita membangun desa-desa nelayan dengan fasilitas modern. Sampai akhir 2026 kita akan dirikan 1.100 desa nelayan. Jadi Rp13 triliun ini berarti kita bisa membangun 600 kampung nelayan,” lanjutnya.

Pernyataan itu bukan hanya soal rencana pembangunan, tapi juga simbol dari bagaimana dana hasil kejahatan bisa dikembalikan untuk kemakmuran rakyat. Di tengah kritik terhadap efektivitas pemberantasan korupsi, Prabowo mencoba mengaitkan penegakan hukum dengan manfaat langsung bagi masyarakat bawah.

Namun, Presiden tak berhenti pada apresiasi. Ia juga mengingatkan bahwa korupsi dan praktik ilegal di sektor sumber daya alam adalah bentuk penghianatan terhadap bangsa sendiri. Ia menyinggung praktik penyelundupan timah dari Bangka Belitung, yang disebut telah berlangsung selama hampir dua dekade dan menyebabkan kerugian negara hingga Rp40 triliun per tahun.

“Kegiatan ilegal seperti ini sudah berlangsung hampir 20 tahun. Kerugiannya diperkirakan Rp40 triliun setahun. Ini kita hentikan bersama-sama lewat Satgas Penertiban Kawasan Hutan, dibantu TNI, Kejaksaan, Polisi, dan Bea Cukai,” katanya.

Prabowo menyebut praktik seperti tambang ilegal, under invoicing, over invoicing, dan miss invoicing sebagai bentuk “penipuan terhadap bangsa sendiri”.

“Kalau dikalkulasi, kerugian itu bisa mencapai Rp800 triliun selama 20 tahun. Lembaga internasional memperkirakan bahkan lebih dari 3 miliar dolar setiap tahunnya,” ujar Prabowo.

Melalui penegasan ini, Prabowo ingin menunjukkan arah yang lebih luas dari sekadar penegakan hukum: restorasi keadilan ekonomi. Bahwa dana publik yang bocor karena korupsi seharusnya kembali untuk membiayai pendidikan, infrastruktur, dan kesejahteraan masyarakat.

Uang Rp13 triliun yang hari itu berpindah dari Kejaksaan Agung ke Kementerian Keuangan mungkin hanyalah sebagian kecil dari total kerugian negara. Tapi bagi Prabowo, itu menjadi simbol awal bahwa penegakan hukum yang kuat hanya bermakna bila hasilnya benar-benar kembali ke rakyat.

Bagikan