Prabowo–Putin di Beijing: Diplomasi Singkat yang Menentukan Arah Strategis Indonesia

Untitled design 26

BicaraPlus – Kunjungan singkat Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, ke Beijing pada 3 September 2025 ternyata menyimpan makna strategis yang lebih luas daripada sekadar menghadiri perayaan 80 Tahun Kemenangan Perang Perlawanan Rakyat Tiongkok. Di sela acara yang dihadiri 26 pemimpin dunia, Presiden Prabowo menyempatkan diri menggelar pertemuan khusus dengan Presiden Federasi Rusia, Vladimir Putin.

Meski berlangsung singkat, forum tatap muka antara kedua pemimpin negara ini menegaskan arah baru diplomasi Indonesia, fokus pada penguatan hubungan strategis dengan kekuatan besar dunia di luar lingkaran Barat. Menurut Sekretaris Kabinet, Teddy Indra Wijaya, pertemuan tersebut berlangsung hangat dan menghasilkan komitmen untuk memperkuat kerja sama, terutama di bidang ekonomi dan investasi.

Diplomasi Ekonomi dan Politik Kekuatan Besar

Bagi Indonesia, Rusia memiliki posisi penting dalam spektrum kerja sama internasional. Selain sebagai mitra dalam bidang energi dan pertahanan, Rusia juga membuka peluang besar bagi diversifikasi investasi serta jalur perdagangan alternatif di tengah dinamika global. Pertemuan Prabowo–Putin dapat dipandang sebagai langkah konkret untuk memperluas basis kerja sama ekonomi di luar ketergantungan tradisional Indonesia terhadap mitra Barat dan Asia Timur.

Di sisi lain, bagi Rusia, Indonesia adalah aktor kunci di Asia Tenggara yang memegang posisi sentral dalam ASEAN. Kehadiran Presiden Prabowo di Beijing, lalu meluangkan waktu untuk bertemu langsung dengan Putin, memberikan sinyal diplomatik bahwa Indonesia tetap menjaga keseimbangan politik luar negeri (hedging strategy) di tengah rivalitas kekuatan besar.

Signifikansi Geopolitik

Jika ditilik dari perspektif hukum dan politik internasional, langkah Presiden Prabowo ini mencerminkan implementasi prinsip politik luar negeri bebas-aktif. Pertemuan bilateral di sela forum multilateral memperlihatkan bahwa Indonesia tidak sekadar menjadi peserta pasif dalam perayaan bersejarah Tiongkok, tetapi juga memanfaatkan momentum untuk menegosiasikan kepentingan nasional.

Dalam konteks geopolitik, pertemuan ini dapat dibaca sebagai strategi multi-vector foreign policy, yakni menjalin hubungan erat dengan berbagai kekuatan global tanpa harus terjebak dalam aliansi eksklusif. Strategi ini penting mengingat dinamika kawasan Indo-Pasifik yang semakin dipengaruhi oleh rivalitas Amerika Serikat, Tiongkok, dan Rusia.

Diplomasi Efisien, Agenda Padat

Menariknya, lawatan ini berlangsung kurang dari 24 jam. Usai menghadiri parade, bertemu Presiden Xi Jinping, dan melakukan pertemuan khusus dengan Presiden Putin, Kepala Negara langsung kembali ke Jakarta pada malam hari. Gaya diplomasi yang padat dan efisien ini memperlihatkan pola kerja Presiden Prabowo yang menekankan efektivitas, menyelesaikan agenda strategis dalam waktu singkat, namun dengan hasil yang berdampak panjang.

Dengan demikian, pertemuan Prabowo–Putin di Beijing bukan sekadar diplomasi singkat, melainkan bagian dari strategi besar Indonesia untuk mengokohkan posisi sebagai kekuatan menengah yang mampu memainkan peran penting dalam percaturan global. Di tengah ketidakpastian geopolitik internasional, langkah ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga aktor aktif yang cermat mengelola keseimbangan hubungan dengan kekuatan dunia.

Foto: Dok. Setneg

Bagikan