Mikroplastik Air Hujan Jakarta: Kemenkes Ingatkan Warga Tetap Pakai Masker

Untitled design 2025 11 04T005803.413

BicaraPlus – Bukan hanya polusi udara, air hujan ibu kota terbukti mikroplastik. Kementerian Kesehatan mengingatkan masyarakat untuk tetap mengenakan masker, bahkan setelah hujan reda.

Hal tersebut ditegaskan oleh Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes, Aji Muhawarman. “Gunakan masker saat beraktivitas di luar ruangan, terutama saat udara kering atau setelah hujan. Ini bukan karena air hujannya, tapi untuk mengurangi paparan debu dan polusi yang mungkin mengandung mikroplastik,” kata Aji, dikutip dari keterangan pers, belum lama ini.

Menyikapi temuan ini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI segera mengeluarkan imbauan tegas kepada masyarakat. Meskipun hujan telah membersihkan jalanan, masyarakat tetap disarankan untuk mengenakan masker saat beraktivitas di luar ruangan.

Imbauan ini, seperti ditegaskan oleh Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes, Aji Muhawarman, bukan semata-mata karena air hujan itu sendiri. “Gunakan masker saat beraktivitas di luar ruangan, terutama saat udara kering atau setelah hujan. Ini bukan karena air hujannya, tapi untuk mengurangi paparan debu dan polusi yang mungkin mengandung mikroplastik,” kata Aji, dikutip dari keterangan pers, Jumat (31/10/2025).

Jejak Plastik di Udara dan Tubuh Manusia

Mikroplastik yang terkandung dalam air hujan Jakarta, menurut Peneliti BRIN Muhammad Reza Cordova, adalah residu dari degradasi limbah plastik akibat aktivitas manusia. Fragmen-fragmen limbah ini kemudian melayang ke udara, bercampur dengan debu jalanan, asap pembakaran, dan emisi industri, lalu terbawa angin. Proses ini, yang dikenal sebagai siklus plastik atau atmospheric microplastic deposition, mengakhiri perjalanannya saat partikel-partikel tersebut jatuh kembali ke bumi bersama tetesan air hujan.

Fenomena ini menegaskan bahwa partikel plastik kini telah tersebar sangat luas, memasuki siklus lingkungan yang tak terhindarkan.

Menurut Kemenkes, manusia terpapar mikroplastik melalui dua jalur utama: makanan dan minuman, serta melalui udara, terutama dari serat sintetis pakaian atau debu perkotaan yang terhirup. Aji Muhawarman menyebut, paparan jangka panjang dalam jumlah besar berpotensi memicu peradangan jaringan tubuh. Bahkan, bahan kimia berbahaya yang menempel pada mikroplastik, seperti bisphenol A (BPA) dan phthalates, ditengarai dapat mengganggu sistem hormon, reproduksi, dan perkembangan janin.

“Fenomena ini perlu diwaspadai, bukan ditakuti. Ini sinyal bahwa partikel plastik sudah tersebar sangat luas di sekitar kita,” ujar Aji.

Mengubah Perilaku sebagai Respons Kolektif

Menyadari bahwa masalah ini berakar pada perilaku konsumsi, Kemenkes juga mendorong perubahan kolektif. Langkah-langkah preventif tak hanya berhenti pada penggunaan masker. Aji Muhawarman mengimbau masyarakat untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, menjaga kebersihan rumah, serta meniadakan praktik pembakaran sampah plastik.

“Langkah kecil penting untuk menekan jumlah plastik di lingkungan dan mencegah terbentuknya lebih banyak mikroplastik di masa depan,” imbuhnya.

Implementasi penggunaan botol minum isi ulang, tas belanja non-plastik, serta partisipasi aktif dalam pemilahan sampah menjadi krusial. Upaya ini merupakan langkah awal yang signifikan untuk memutus rantai limbah plastik yang terus berisiko mencemari lingkungan dan kesehatan publik.

Bagikan