Microalgae dan Masa Depan Pembangunan Berkelanjutan

Untitled design 72

BicaraPlus – Krisis iklim bukan lagi ancaman yang jauh di depan mata. Ia hadir sehari-hari: polusi udara yang kian pekat, suhu kota yang meningkat, hingga bencana hidrometeorologi yang makin sering. Gaya hidup berkelanjutan, yang dulu mungkin terdengar sebagai slogan kampanye, kini berubah menjadi kebutuhan dasar untuk keberlangsungan hidup manusia.

Namun, di balik ajakan hidup ramah lingkungan, ada kenyataan pahit: laju eksploitasi sumber daya berjalan lebih cepat daripada upaya kita menjaga bumi.

Sebuah data sederhana bisa menggambarkan ketimpangan itu. Laporan Institute of Development of Economics and Finance (INDEF) 2023 mencatat, kadar emisi karbon dari kendaraan bermotor di Jakarta saja mencapai 81,17 juta ton per hari. Bandingkan dengan kemampuan satu pohon berumur 10–20 tahun yang hanya mampu menyerap sekitar 60 gram CO₂ per hari. Artinya, untuk menyeimbangkan emisi kendaraan saja, Jakarta membutuhkan setidaknya 1,35 miliar pohon. Sebuah angka yang tampak mustahil diwujudkan dalam waktu dekat.

Karena itu, inovasi dan eksplorasi teknologi bukan lagi sekadar opsi tambahan, melainkan keharusan.

Nyiayu Chairunnikma Head of Marketing Semen Merah Putih PT Cemindo Gemilang Tbk

Inovasi di Industri Konstruksi

Salah satu sektor yang sering jadi sorotan dalam isu emisi adalah industri konstruksi. Sektor ini berkontribusi besar terhadap jejak karbon global, mulai dari produksi semen hingga penggunaan energi dalam proyek pembangunan.

Nyiayu Chairunnikma, Head of Marketing Semen Merah Putih, menegaskan bahwa keberlanjutan di sektor ini hanya bisa dicapai lewat terobosan.

“Semen Merah Putih selalu berkomitmen untuk mengeksplorasi cara-cara baru dalam mendorong keberlanjutan dan tanggung jawab terhadap pembangunan yang berwawasan lingkungan,” ujar Ayu.

Salah satu eksplorasi yang sedang dikembangkan adalah pemanfaatan microalgae. Organisme mikroskopis ini bisa jadi jawaban cepat atas masalah emisi karbon yang terus menggunung.

Microalgae: Pohon Kecil dengan Kekuatan Besar

Secara ilmiah, microalgae mampu menyerap karbon dioksida 10 hingga 50 kali lebih besar dibanding pohon biasa. Siklus hidupnya yang hanya butuh waktu sekitar empat minggu untuk tumbuh, menjadikannya jauh lebih efisien dibanding menunggu puluhan tahun hingga pohon dewasa siap menyerap karbon.

“Microalgae memang bukan material konstruksi. Tapi perannya sangat signifikan dalam konteks keberlanjutan. Organisme ini mampu menyerap karbon dioksida dalam jumlah besar dan masa tumbuhnya sangat singkat. Itulah mengapa kami melihatnya sebagai bagian penting dari eksplorasi menuju industri yang lebih hijau,” tambah Ayu.

Selain sebagai penyerap karbon, microalgae juga punya potensi lintas sektor: bisa diolah sebagai bahan pangan tinggi protein, bioenergi, hingga material ramah lingkungan. Dengan kata lain, ia bukan hanya solusi sementara, melainkan investasi jangka panjang.

Menanam Masa Depan

Gagasan menjadikan microalgae sebagai sekutu pembangunan berkelanjutan membuka jalan baru: bagaimana industri bisa bertransformasi dari sekadar “mengurangi dampak negatif” menjadi “memberi kontribusi positif” bagi lingkungan.

Lebih dari itu, upaya seperti ini juga mengingatkan bahwa keberlanjutan bukanlah proyek sekali jalan. Ia adalah perjalanan panjang, yang harus dijalankan lewat inovasi, eksplorasi, dan komitmen kolektif.

Karena pada akhirnya, gaya hidup dan pembangunan yang berorientasi pada keberlanjutan bukan hanya tentang menjaga bumi hari ini. Ini adalah investasi untuk generasi mendatang, agar masih bisa menikmati udara bersih, air jernih, dan ruang hidup yang layak.

Bagikan