
BicaraPlus – Ketika knocking atau “ngelitik” mulai terdengar dari ruang mesin, tanda pembakaran tidak sempurna dan polusi udara di kota-kota besar semakin mengkhawatirkan, solusi tak terduga muncul dari senyawa nabati, etanol. Bahan baku yang umumnya didapat dari tebu atau singkong ini bukan lagi sekadar eksperimen, melainkan elemen strategis yang kini diandalkan oleh PT Pertamina (Persero) untuk mengubah kualitas bahan bakar minyak (BBM) nasional. Langkah ini adalah bagian dari upaya ganda membersihkan udara dan membebaskan diri dari ketergantungan energi fosil.
Lima Alasan Etanol Menjadi Wajib
Keputusan Pertamina untuk menyuntikkan etanol ke dalam bensin dilatarbelakangi oleh serangkaian pertimbangan teknis dan kebijakan yang mendesak. Tindakan ini merupakan respons langsung terhadap kebijakan pemerintah Indonesia yang mendorong penggunaan biofuel sebagai transisi menuju energi yang lebih ramah lingkungan, sejalan dengan praktik global yang sudah diterapkan di banyak negara seperti Amerika Serikat dan Brasil.
Ada beberapa pilar utama yang menjadi alasan utama Pertamina menggunakan etanol dalam campuran BBM:
Meningkatkan Angka Oktan (RON), etanol berfungsi sebagai peningkat oktan. Angka oktan yang lebih tinggi menghasilkan pembakaran yang lebih sempurna di mesin, yang berarti performa kendaraan meningkat dan risiko knocking (ngelitik) berkurang signifikan.
Mengurangi Emisi Gas Buang, penggunaan etanol membantu menurunkan emisi karbon dioksida dan polutan lainnya, secara langsung mendukung upaya nasional dalam mengurangi pencemaran udara dan mencapai target penurunan emisi.
Mendukung Energi Terbarukan, etanol, yang berasal dari bahan baku nabati, termasuk dalam kategori energi terbarukan. Penggunaannya membantu Indonesia mengurangi ketergantungan pada BBM berbasis fosil yang persediaannya semakin terbatas.
Dengan kombinasi manfaat performa dan lingkungan ini, Pertamina menjalankan peran sebagai BUMN energi untuk melaksanakan amanat negara.
Batasan Aman Etanol untuk Kendaraan
Meskipun menjadi polemik di kalangan masyarakat, secara umum, etanol dalam kadar campuran rendah, seperti E5 (5%) atau E10 (10%), dinyatakan aman untuk mesin kendaraan.
Data menunjukkan bahwa kendaraan modern dirancang dengan standar global yang sudah mempertimbangkan kompatibilitas dengan bahan bakar beretanol. Menurut hasil kajian teknis, risiko kerusakan, seperti korosi pada komponen logam atau kerusakan pada karet di sistem bahan bakar, sangat kecil pada kadar etanol di bawah 10%.
Namun, masyarakat tetap perlu cermat. Untuk kendaraan lama atau mesin dengan spesifikasi khusus yang tidak dirancang untuk bahan bakar beretanol, penggunaan di atas kadar rekomendasi bisa menimbulkan potensi risiko. Oleh karena itu, bagi pemilik kendaraan lama, konsultasi dengan dealer atau bengkel resmi dianjurkan.
Kesimpulannya, Pertamina telah memastikan bahwa kadar etanol yang dicampurkan mengikuti standar yang aman bagi mayoritas kendaraan. Penggunaan etanol dalam batas yang direkomendasikan justru membawa keuntungan ganda, membantu pembakaran mesin lebih bersih sekaligus mempercepat langkah Indonesia menuju ketahanan energi berbasis sumber daya lokal.