Menanam Demokrasi, Merawat Bumi: Langkah Hijau DPD RI dari GBK ke Danau Toba

1000015453

BicaraPlus – Ribuan orang dari berbagai kalangan memadati Plaza Timur Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (9/11). Mereka datang untuk berpartisipasi dalam DPD RI Green Democracy Funwalk, kegiatan yang digagas Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI) sebagai puncak peringatan HUT ke-21 lembaga tersebut.

Acara ini memadukan olahraga, kebersamaan, dan kesadaran lingkungan. Ketua DPD RI Sultan B. Najamudin bersama Wakil Ketua GKR Hemas, Yorrys Raweyai, dan Tamsil Linrung berjalan santai di tengah peserta.

Selain itu, mereka juga menanam pohon damar, pohon langka yang dipilih sebagai simbol tanggung jawab ekologis.

“Demokrasi tidak hanya tentang suara, tetapi juga tentang tindakan yang menumbuhkan kehidupan. Pohon yang kita tanam hari ini adalah simbol tanggung jawab kita terhadap masa depan,” ujar Sultan.

Menurut Sultan, Green Democracy Funwalk bukan acara seremonial semata. Ini merupakan bagian dari gagasan “Green Demokrasi”, paradigma baru yang mengaitkan praktik berdemokrasi dengan kesadaran lingkungan.

“Demokrasi hijau bukan hanya berbicara tentang manusia, tetapi juga tentang bumi dan seluruh ekosistem di dalamnya,” kata Sultan.

Konsep ini, sambungnya, akan diterapkan dalam berbagai bidang, seperti Green Parliament, Green Legislation, Green Diplomacy, Green Economy, dan Green Education. Melalui pendekatan itu, DPD ingin memastikan bahwa nilai keberlanjutan menjadi bagian dari setiap kebijakan publik.

Lebih lanjut Sultan mengatakan, DPD RI berencana membawa gagasan Green Demokrasi ke panggung global. Dalam Conference of Parties (COP) ke-30 di Belém, Brasil, Indonesia akan memperkenalkan konsep tersebut sebagai kontribusi politik dari negara dengan hutan tropis terbesar di Asia.

“Sudah tiga puluh tahun COP berjalan, tapi emisi global masih tinggi. Karena itu, kami menginisiasi Rancangan Undang-Undang Pengelolaan dan Perubahan Iklim agar isu ini memiliki dasar hukum yang kuat, bukan agenda ekonomi semata,” ujar Sultan.

Namun, gagasan itu tidak berhenti di level internasional. Menurut Sultan, gerakan demokrasi hijau harus berakar di daerah, tempat dampak perubahan iklim paling nyata dirasakan.

Salah satu yang menjadi perhatian adalah Danau Toba. DPD RI, bersama Komunitas Masyarakat Danau Toba (KMDT), tengah menyiapkan inisiatif agar kawasan itu menjadi simbol dan laboratorium alam bagi kampanye Green Demokrasi.

“Danau Toba bukan hanya keindahan alam, tapi juga peradaban tua yang masih hidup. Kami ingin menjadikannya ruang pembelajaran dan diplomasi ekologis dari Indonesia untuk dunia,” kata Sultan.

Melalui pendekatan ini, DPD ingin menunjukkan bahwa politik daerah dapat menjadi pintu masuk untuk diplomasi lingkungan yang lebih luas. Danau Toba, dengan sejarah dan ekosistemnya yang kompleks, dipandang sebagai cermin hubungan manusia dan alam sekaligus contoh bagaimana demokrasi bisa berpijak pada bumi.

Dukungan Politik dan Masyarakat
Sultan juga menyampaikan apresiasi kepada pimpinan DPR RI yang mendukung berbagai inisiatif legislasi DPD, seperti RUU Perubahan Iklim, RUU Masyarakat Adat, dan RUU Kepulauan. Sejumlah rancangan itu kini masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas.

Di sisi lain, ia mencatat tumbuhnya inisiatif serupa di kalangan masyarakat sipil. Banyak komunitas dan aktivis lingkungan mulai mengadopsi semangat Green Demokrasi di wilayahnya masing-masing.

“Ini menandakan kesadaran ekologis bukan lagi milik segelintir orang, tapi menjadi gerakan bersama,” tuturnya.

DPD berencana menjadikan kegiatan seperti Funwalk sebagai agenda rutin di berbagai daerah. Dengan begitu, gerakan Green Demokrasi tidak berhenti di Jakarta, tetapi menembus batas geografis hingga ke wilayah yang paling rentan terhadap perubahan iklim.

Demokrasi yang Membumi
Bagi Sultan, demokrasi tidak berhenti di ruang konstitusi. “Kami tidak menuntut tambahan kewenangan konstitusional, tapi menjalankan kewenangan sosial. DPD hadir di tengah masyarakat, mendengar aspirasi, dan menyalurkannya. Itulah bentuk nyata kontribusi kami dalam memperkuat demokrasi,” paparnya.

Menutup pembicaraan Sultan mengungkapkan, dekomokrasi di Indonesia masih mahal. Jika dijalankan dengan lebih efisien dan berpihak pada keberlanjutan, banyak persoalan bisa dikurangi.
“Green Demokrasi adalah arah pembaruan itu, demokrasi yang berpihak tidak hanya pada manusia, tetapi juga pada bumi yang menjadi rumah kita bersama,” pungkasnya.

Bagikan