
BicaraPlus – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) seharusnya jadi kebanggaan pemerintah baru. Anggarannya triliunan, tujuannya mulia, yakni memastikan anak-anak Indonesia tidak lagi berangkat sekolah dengan perut kosong.
Namun, di lapangan, program ini justru menyisakan kabar muram. Ribuan pelajar di berbagai daerah mengalami keracunan usai mengonsumsi makanan dari program MBG. Sejumlah pemerintah daerah bahkan menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB). Desakan agar program ini dievaluasi total, bahkan dihentikan sementara, muncul dari masyarakat sipil.
Pemerintah pusat, sejauh ini, belum memberi sinyal untuk menekan tombol jeda.
Pertanyaan yang Berbuah Pencabutan
Di tengah hiruk pikuk kritik soal MBG, jurnalis CNN Indonesia TV, Diana Valencia, mencoba melakukan hal paling dasar dalam kerja jurnalistik, bertanya kepada presiden.
Sabtu (27/9), selepas lawatan Presiden Prabowo Subianto dari luar negeri, Diana menanyakan soal kasus keracunan pelajar akibat MBG. Pertanyaan sederhana, tapi kontekstual karena menyentuh keresahan publik.
Jawaban presiden barangkali tak banyak dikutip. Namun, yang justru jadi berita adalah tindak lanjutnya: Biro Pers, Media, dan Informasi (BPMI) Sekretariat Presiden mencabut ID liputan Istana milik Diana.
Pemimpin Redaksi CNN Indonesia, Titin Rosmasari, mengonfirmasi bahwa seorang staf BPMI datang langsung ke kantor CNN Indonesia di Jalan Kapten P. Tendean, Jakarta, pada Sabtu malam. “Benar telah terjadi pencabutan ID Pers Istana atas nama Diana Valencia,” katanya.
CNN Indonesia resmi melayangkan surat ke BPMI dan Menteri Sekretaris Negara, menuntut penjelasan.

Reaksi Dewan Pers: “Tindakan Berlebihan”
Kasus ini tidak berhenti pada protes internal media. Dewan Pers turun tangan. Mereka menerima pengaduan CNN Indonesia dan mengeluarkan pernyataan sikap.
“Bertanya soal MBG, topik yang sedang hangat dibicarakan publik, jelas merupakan bagian dari pelaksanaan hak pers,” kata anggota Dewan Pers Abdul Manan, Minggu (28/9), dilansir dari CNN Indonesia.
Manan menilai langkah BPMI mencabut ID liputan Diana berlebihan. Hak wartawan untuk mengajukan pertanyaan kepada pejabat publik dilindungi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. “Menarik ID card sama saja dengan melarang wartawan tersebut melakukan liputan di Istana,” ujarnya.
Dewan Pers pun mendesak BPMI segera mengembalikan akses liputan CNN Indonesia dan mengingatkan semua pihak untuk menghormati kebebasan pers.
Antara Program Triliunan dan Hak Bertanya
Ironinya jelas terlihat. Di satu sisi, negara menggelontorkan anggaran besar untuk MBG—program yang menyasar jutaan anak sekolah. Di sisi lain, saat ada ribuan pelajar keracunan, pertanyaan wartawan justru dibungkam dengan pencabutan ID liputan.
Padahal, presiden sendiri tak menolak menjawab pertanyaan. Justru aparat di lingkaran Istana yang bertindak keras. “Sikap Biro Pers Istana ini bisa menimbulkan kesan bahwa presiden tidak menghormati kebebasan pers,” kata Manan.
Di sinilah persoalannya, jika pertanyaan yang kontekstual dan relevan bagi publik, direspon dengan hukuman administratif, apa yang tersisa dari ruang kritik?
Ujian Awal Pemerintahan Baru
Program MBG adalah ujian besar pemerintahan Prabowo. Di atas kertas, ia terdengar menjanjikan: memastikan gizi anak sekolah, mengurangi stunting, sekaligus menyuntikkan dana besar ke ekonomi lokal lewat rantai pasok makanan.
Namun, eksekusi di lapangan memperlihatkan celah. Keracunan massal menunjukkan lemahnya pengawasan distribusi dan kualitas makanan. Ketika jurnalis menyorotinya, alih-alih membuka ruang transparansi, akses liputan justru dipersempit.
Kejadian ini menjadi dua sorotan sekaligus, gagalnya tata kelola program MBG dan tantangan serius terhadap kebebasan pers.
Lebih dari Sekadar ID Pers
Bagi publik, pencabutan ID Pers mungkin terlihat sepele. Namun bagi wartawan, itu berarti larangan bekerja di salah satu pusat kekuasaan negara.
Abdul Manan mengingatkan, wartawan yang bertugas di Istana tidak hanya melaporkan agenda resmi presiden, tetapi juga menyampaikan pertanyaan publik yang kerap tak terwakili. “Presiden sebagai pejabat publik memiliki kewajiban untuk merespons,” tegasnya.
Pertanyaan Diana soal MBG adalah pertanyaan publik. Ribuan anak sakit bukan hal kecil. Justru itulah inti dari fungsi jurnalisme: menghadirkan suara publik di hadapan penguasa.
Menimbang Demokrasi Kita
Kasus MBG dan pencabutan ID Pers Diana Valencia memperlihatkan benang merah yang rapuh antara hak publik untuk tahu dan kewajiban negara untuk terbuka.
Program sebesar MBG hanya bisa berjalan jika ada pengawasan ketat, termasuk dari pers. Membungkam pertanyaan sama saja menutup pintu pengawasan, yang pada akhirnya bisa melanggengkan masalah, makanan buruk terus beredar, keracunan berulang, anggaran triliunan bocor.
Dalam sejarah demokrasi Indonesia, pers selalu punya ruang kritis meski sering diganggu. Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa kebebasan pers bukan hanya hak wartawan, melainkan hak publik untuk mendapatkan informasi yang benar.
Foto: Freepik & Dewan Pers