Luhut dan Misi Menjaga “Nafas” Program Makan Bergizi Gratis di Tengah Sorotan Publik

downloadgram.org 539153405 18324685822230992 1425770188299168718 n

BicaraPlus — Ketika sejumlah daerah dilanda kasus keracunan massal dari program Makan Bergizi Gratis (MBG), suara publik mulai meninggi, hentikan dulu, benahi kemudian. Tapi bagi Luhut Binsar Pandjaitan, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), program itu terlalu penting untuk berhenti di tengah jalan. “Kita jangan seperti gigit cabai, maunya langsung pedas,” katanya.

Di ruang konferensi pers Kantor DEN, Jakarta Pusat, Jumat sore, Luhut berbicara dengan nada yang khas tegas, tapi tidak terburu-buru. Ia tahu, publik sedang resah. Dalam beberapa pekan terakhir, program Makan Bergizi Gratis jadi sorotan tajam dari isu pengadaan bahan pangan hingga kasus keracunan yang menimpa sejumlah pelajar. Desakan untuk menghentikan program ini menguat, tapi bagi Luhut, mundur bukan pilihan.

“Nggak usah dihentikan. Kita sudah lihat bagus kok. Apanya dihentikan? Ya kan memulainya ini yang jadi masalah. Kadang kita pengin cepat buahnya. Seperti gigit cabai, langsung pedasnya. Nggak bisa gitu,” ujarnya.

Kalimat itu mungkin terdengar ringan, tapi mencerminkan sesuatu yang lebih dalam: keyakinan bahwa perbaikan harus berjalan bersamaan dengan pelaksanaan. Program yang lahir di tengah tekanan inflasi pangan dan isu gizi buruk ini, kata Luhut, perlu waktu. “Yang penting prosesnya kita lihat bagus, jalan. Kalau kurang di sana-sini, kita perbaiki,” tambahnya.

Di Lapangan, Bukan Hanya di Atas Kertas

Luhut mengaku tak sekadar mendengar laporan dari meja rapat. Ia turun langsung meninjau data dan lokasi, memastikan pelaksanaan program berjalan sesuai standar. Menurutnya, Badan Gizi Nasional (BGN) kini terus berbenah, baik dari sisi higienitas, distribusi, maupun serapan anggaran.

Serapan anggaran, isu klasik dalam banyak program pemerintah, kini menjadi perhatian khusus. Dalam rapat bersama Kepala BGN Dadan Hindayana, Luhut menegaskan agar penggunaan dana tak lagi tersendat. “Penyerapan anggarannya sekarang sudah sangat membaik. Menteri Keuangan nggak perlu ambil lagi anggaran yang tidak terserap,” katanya.

Ucapan itu bukan sekadar pernyataan teknis. Di belakangnya, tersimpan peringatan. Beberapa hari sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa sempat mewanti-wanti, anggaran MBG senilai Rp71 triliun bisa dipotong jika penyerapannya tak membaik sampai Oktober 2025.

Luhut paham betul arti peringatan itu. Dana yang tak terserap berarti roda ekonomi daerah tak berputar, dan ribuan tenaga kerja kehilangan peluang. Ia menegaskan, “Kalau uang berputar di bawah, ekonomi ikut bergerak.”

Di Antara Harapan dan Kritik

Program Makan Bergizi Gratis diluncurkan dengan ambisi besar menekan stunting, membuka lapangan kerja, dan menggerakkan ekonomi pangan lokal. Namun di lapangan, pelaksanaannya jauh dari mulus. Insiden keracunan di beberapa wilayah membuat publik bertanya-tanya, seberapa siap pemerintah menjalankan program sebesar ini?

Luhut tak menutup mata terhadap kritik itu. Ia mengaku prihatin, tapi menolak pesimisme. “Bangsa kita ini bangsa besar. Jangan terlalu cepat menilai gagal hanya karena ada yang kurang.”
Ia bahkan meminta BGN mempercepat sertifikasi higienis bagi Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) agar insiden serupa tak terulang.

Di sisi lain, Kepala BGN Dadan Hindayana berusaha menampilkan sisi optimistis. Ia menyebut, hingga kini realisasi serapan anggaran sudah mencapai Rp21,64 triliun, atau sekitar 34 persen dari total. Dari dana itu, Rp18,63 triliun dialokasikan langsung untuk makan bergizi, menjangkau 37 persen penerima manfaat dalam sembilan bulan pertama.

Antara Ideal dan Realita

Luhut menyadari, membangun program nasional bukan perkara instan. “Jangan berharap enam bulan langsung beres semua,” katanya, sembari menegaskan bahwa perbaikan berjalan bertahap. Dalam tiga bulan ke depan, ia yakin hasilnya akan lebih baik.

Mungkin pernyataan itu terdengar seperti retorika khas pejabat, tapi ada sesuatu yang menarik dari caranya memandang kebijakan: ia menempatkan kesabaran sebagai bentuk tanggung jawab. “Barang baru, ya pasti ada kurang di sana-sini,” ujarnya. “Yang penting niatnya jelas dan perbaikannya nyata.”

Program Makan Bergizi Gratis kini berada di persimpangan antara keyakinan pemerintah dan keraguan publik. Namun jika apa yang dikatakan Luhut benar bahwa setiap perubahan besar butuh waktu untuk matang, maka tantangannya bukan hanya soal makanan bergizi, tapi juga soal kepercayaan.

Foto: Instagram Luhut Pandjaitan

Bagikan