
BicaraPlus – Nama Luhut Binsar Pandjaitan, sosok sentral yang juga menjabat Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), kembali terseret dalam pusaran kontroversi lingkungan. Jenderal purnawirawan itu kerap dituding sebagai pemilik atau pihak yang terafiliasi dengan PT Toba Pulp Lestari (TPL), perusahaan yang dituding menjadi biang kerok banjir besar di Sumatera hingga konflik agraria berkepanjangan.
Setelah desas-desus ini beredar kencang di ruang publik, pihak Luhut akhirnya angkat bicara, memberikan klarifikasi tegas untuk memutus isu tersebut. Melalui juru bicaranya, Jodi Mahardi, Luhut membantah mentah-mentah tuduhan kepemilikan atau keterlibatannya dengan TPL. “Informasi tersebut adalah tidak benar. Pak Luhut tidak memiliki, tidak terafiliasi, dan tidak terlibat dalam bentuk apa pun, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan Toba Pulp Lestari,” kata Jodi dalam keterangan resminya, Kamis (4/12).
Jodi Mahardi menegaskan bahwa klaim yang beredar di media sosial maupun forum diskusi terkait kepemilikan Luhut terhadap perusahaan tersebut merupakan informasi yang keliru dan tidak berdasar.
Juru bicara tersebut menekankan bahwa Luhut Binsar Pandjaitan selalu konsisten dalam mematuhi seluruh ketentuan perundang-undangan, khususnya yang mengatur transparansi, etika pemerintahan, dan pengelolaan potensi konflik kepentingan.
“Beliau juga selalu terbuka terhadap proses verifikasi fakta dan mendorong publik untuk merujuk pada sumber informasi yang kredibel,” ujar Jodi.
Pihak Luhut pun mengimbau masyarakat agar lebih berhati-hati dalam menyebarkan informasi yang tidak terverifikasi, sekaligus mengedepankan etika di ruang digital demi menghindari kesalahpahaman dan disinformasi.
“Untuk memastikan akurasi dan mencegah penyebaran informasi palsu, kami mempersilakan media maupun publik untuk melakukan klarifikasi langsung kepada pihak kami apabila diperlukan,” tutup Jodi.
Isu keterlibatan Luhut mencuat seiring dengan sorotan tajam terhadap operasional TPL di Sumatera Utara.
Pada Senin (24/11) lalu, Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution bahkan secara terbuka merekomendasikan pemerintah pusat untuk menutup operasional TPL. Langkah ekstrem ini diambil menyusul konflik agraria yang tak kunjung usai antara perusahaan dengan masyarakat adat di Buntu Panaturan, Simalungun. Bobby menegaskan, surat rekomendasi resmi akan segera dikirim, mengingat TPL beroperasi di 12 kabupaten wilayah Sumut.
Di tengah tekanan itu, TPL juga tak tinggal diam. Melalui surat resmi kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Senin (1/12), perusahaan tersebut membantah keras tuduhan yang menyebut mereka sebagai biang keladi bencana ekologi dan banjir dahsyat di Sumatera yang menelan ratusan korban jiwa.
“Perseroan dengan tegas membantah tuduhan bahwa operasional menjadi penyebab bencana ekologi,” kata Corporate Secretary TPL, Anwar Lawden.
Anwar menambahkan bahwa seluruh kegiatan Hutan Tanaman Industri (HTI) mereka telah melalui penilaian ketat seperti High Conservation Value (HCV) dan High Carbon Stock (HCS) oleh pihak ketiga, demi menjamin penerapan prinsip Pengelolaan Hutan Lestari.
Meski demikian, TPL menyatakan tetap membuka ruang dialog konstruktif untuk menjamin keberlanjutan yang adil dan bertanggung jawab di areal perizinan mereka.





