Kwik Kian Gie Suara Nurani dalam Politik dan Ekonomi Indonesia

Kwik Kian Gie 1

Di tengah derasnya arus pragmatisme politik dan dominasi kepentingan ekonomi global, nama Kwik Kian Gie berdiri sebagai simbol keberanian moral, intelektualitas jernih, dan keteguhan sikap. Ia bukan hanya ekonom, bukan sekadar mantan menteri, bukan pula politisi biasa. Kwik adalah suara nurani yang selama puluhan tahun menjadi penyeimbang narasi kekuasaan, dan pemegang teguh etika dalam bernegara.

Lahir di masa kolonial dan menempuh pendidikan ekonomi di Belanda, Kwik membawa pulang bukan hanya gelar, tetapi kesadaran—bahwa bangsa ini tidak bisa terus bergantung pada kekuatan luar. Ia percaya Indonesia hanya akan maju jika kebijakannya berpihak pada rakyat kecil, berdiri di atas kaki sendiri, dan tidak tunduk pada tekanan utang maupun skema neoliberal yang seringkali menjauhkan kesejahteraan rakyat.

Meski pernah menjabat sebagai Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional dan Menko Perekonomian di era Presiden Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri, Kwik tak pernah larut dalam euforia kekuasaan. Ia justru menjadi salah satu dari sedikit elite yang berani berbeda pendapat, termasuk terhadap partai tempat ia bernaung, PDI Perjuangan. Bagi Kwik, berpihak pada kebenaran dan rakyat jauh lebih penting daripada menjaga harmoni politik semu. Ia bahkan tak ragu mengundurkan diri jika arah kebijakan pemerintah tak lagi sejalan dengan nuraninya.

Salah satu warisan paling nyata yang ditinggalkan adalah pendirian Kwik Kian Gie School of Business. Namun lebih dari sekadar institusi pendidikan, sekolah ini ia dedikasikan untuk mencetak profesional yang tidak hanya cerdas, tapi juga jujur, berintegritas, dan berani bersuara. Ia ingin dunia bisnis Indonesia dipenuhi orang-orang yang mampu berkata tidak pada korupsi, kolusi, dan manipulasi data. Dalam banyak kesempatan, ia menekankan bahwa ekonomi tidak boleh hanya mengejar angka, tetapi harus menjadi alat untuk keadilan sosial.

Kepergian Kwik Kian Gie pada 28 Juli 2025 di usia 90 tahun bukan sekadar kehilangan seorang tokoh bangsa, tapi juga kehilangan rujukan moral bagi generasi muda Indonesia. Ia adalah bukti hidup bahwa pemikiran independen dan sikap berani bisa bertahan dalam pusaran kekuasaan. Ia membuktikan bahwa menjadi pejabat tinggi tak harus menggadaikan idealisme. Ia mengajarkan bahwa intelektual sejati bukan hanya yang pandai menulis dan berbicara, tetapi yang mau memikul risiko atas pendiriannya.

Kita mungkin tak akan lagi mendengar kritik tajamnya di layar kaca, namun jejaknya akan terus menjadi pengingat: bahwa dalam bangsa yang sering kali disesatkan oleh kepentingan, suara yang jujur, meski sendirian, tetap pantas dijaga. Kwik Kian Gie tidak pernah ingin jadi populer. Ia hanya ingin jujur pada rakyat dan pada dirinya sendiri. Dan itu, di zaman sekarang, adalah bentuk keberanian yang paling langka.

Bagikan