
BicaraPlus – Di tengah meningkatnya intensitas bencana di berbagai wilayah Indonesia, Ketua DPD RI Sultan Baktiar Najamudin mengingatkan pemerintah bahwa tugas paling mendesak bukanlah menetapkan status bencana nasional, melainkan memastikan setiap korban mendapatkan pertolongan secepat mungkin. Pesan itu ia sampaikan usai Sidang Paripurna DPD RI di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (10/12/2025), sebuah momentum yang kembali menyoroti urgensi kesiapsiagaan negara menghadapi krisis kemanusiaan.
Sultan menilai bahwa perdebatan mengenai status administratif bencana sering kali menyita perhatian publik, padahal kebutuhan paling nyata berada di tengah masyarakat yang kehilangan keluarga, rumah, dan rasa aman. Menurutnya, kecepatan adalah ukuran pertama efektivitas negara, bukan lamanya proses administrasi atau rumitnya regulasi. “Status itu penting, tetapi bisa menyusul. Yang utama adalah memastikan korban mendapatkan bantuan cepat dan tanggap darurat berjalan tanpa hambatan,” ujarnya.
Pernyataan ini bukan hanya kritik, tetapi juga alarm bagi seluruh pemangku kebijakan tentang pentingnya menghapus sekat birokrasi. Sultan menekankan bahwa negara harus hadir bukan sekadar melalui keputusan di atas kertas, melainkan melalui tindakan nyata yang dapat dirasakan masyarakat mulai dari evakuasi, ketersediaan logistik, layanan medis, hingga perlindungan psikososial. Dalam pandangannya, kegesitan pemerintah di hari pertama bencana menentukan apakah masyarakat dapat bertahan dalam fase krisis atau justru semakin terpuruk.
Salah satu isu yang ikut mencuat adalah kebijakan Kementerian Sosial mengenai kewajiban influencer atau publik figur melapor sebelum menggalang bantuan. Sultan menganggap tujuan akuntabilitas itu baik, namun tetap mengingatkan bahwa prosedur tidak boleh memperlambat aliran solidaritas publik. Baginya, partisipasi masyarakat adalah kekuatan sosial yang tidak boleh dibatasi, apalagi di tengah situasi darurat. “Aturan harus memfasilitasi, bukan menghambat. Inisiatif warga justru sering menjadi yang paling cepat bergerak saat negara masih menyiapkan skenario,” tegasnya.
Sultan juga menyoroti fenomena meningkatnya kesadaran publik terhadap isu lingkungan, termasuk gerakan membeli lahan hutan untuk konservasi. Ia menilai ini sebagai refleksi masyarakat yang ingin terlibat langsung dalam mitigasi bencana dan menjaga masa depan lingkungan Indonesia. Fenomena tersebut, kata Sultan, seharusnya dibaca pemerintah sebagai dorongan untuk memperkuat kebijakan lingkungan yang selama ini berjalan lambat.
Dalam Sidang Paripurna, DPD RI sendiri membahas serangkaian agenda strategis, termasuk kesiapan nasional menghadapi risiko bencana yang semakin kompleks akibat perubahan iklim. Pembahasan RUU Kepulauan, RUU Masyarakat Adat, hingga regulasi pengelolaan ekosistem menjadi bagian dari upaya legislasi jangka panjang untuk membangun ketahanan nasional.
Bagi Sultan, inti dari semua kebijakan itu tetap sama: memastikan negara tidak hanya hadir, tetapi hadir cepat dan tuntas. “Setiap nyawa WNI berharga. Kepemimpinan diukur dari kemampuan menyelamatkan dan memulihkan warganya, bukan dari seberapa cepat keputusan administratif dibuat,” tutupnya.





