Keteguhan Seorang Dokter di Tengah Ancaman, Kisah Syahpri Putra Wangsa di RSUD Sekayu

Untitled design 29

“Dokter bisa menyelamatkan nyawa, tapi siapa yang menjaga keselamatan dokter?”

Di tengah hiruk-pikuk ruang perawatan RSUD Sekayu, seorang dokter spesialis penyakit dalam, dr. Syahpri Putra Wangsa, Sp.PD, K-GH, FINASIM, menjalani tugasnya seperti biasa: memeriksa pasien, memberikan terapi, dan menjaga protokol kesehatan ketat. Namun, pada hari Selasa, 12 Agustus 2025, rutinitas itu berubah menjadi momen tak terlupakan, bukan karena keberhasilan medis, tapi karena ancaman nyata terhadap keselamatannya sebagai tenaga kesehatan.

Dalam video berdurasi 1 menit 5 detik yang viral di media sosial, tampak seorang pria yang merupakan keluarga pasien memaksa dr. Syahpri membuka masker saat sedang menangani pasien wanita yang terbaring lemah. Video tersebut langsung menyulut kemarahan publik. Bukan hanya karena tindakan intimidatif itu direkam tanpa malu, tetapi juga karena menyerang inti dari sistem layanan kesehatan: rasa aman bagi tenaga medis.

Antara Tugas dan Teror

Bagi masyarakat awam, masker mungkin hanya kain penutup wajah. Namun bagi tenaga kesehatan seperti dr. Syahpri, masker adalah pelindung utama di medan perang melawan infeksi. Ia tidak hanya menjaga dirinya, tapi juga pasien lain, kolega, dan lingkungan rumah sakit secara keseluruhan.

“Saya sudah melaksanakan pelayanan sesuai prosedur dan memberikan pelayanan terbaik kepada pasien,” ujar dr. Syahpri kepada media. Ia menegaskan, mengenakan masker di ruang perawatan bukan pilihan, melainkan kewajiban profesi yang harus ditegakkan.

Namun yang ia terima bukanlah pengertian, melainkan ancaman. Ditekan secara verbal, diminta membuka masker secara paksa, bahkan di bawah sorotan kamera. Tindakan tersebut tak hanya melanggar etika, tapi juga mencederai martabat profesi kedokteran.

Langkah Hukum Sebagai Peringatan Bersama

Tak tinggal diam, dr. Syahpri mengambil langkah hukum. Ia melaporkan insiden itu ke Polres Musi Banyuasin, dengan dukungan penuh dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Sumatera Selatan. Langkah tersebut mendapat respons cepat dari aparat.

“Ya benar, laporan polisi sudah kita terima. Kita akan proses dengan profesional,” ujar Kapolres Muba, AKBP God Parlasro Sinaga.

Kementerian Kesehatan pun turut angkat bicara. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut tindakan terhadap dr. Syahpri sebagai bentuk kekerasan verbal yang tidak dapat ditoleransi, apalagi terjadi di fasilitas layanan kesehatan yang seharusnya menjadi ruang aman bagi semua.

“Kami sangat menyesalkan dan mengecam keras tindakan kekerasan terhadap tenaga medis yang terjadi di RSUD Sekayu,” tegas Menkes. Ia menekankan bahwa perlindungan tenaga kesehatan telah diatur secara eksplisit dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Untitled design 30

RSUD Sekayu dan Solidaritas Institusional

Dukungan terhadap dr. Syahpri datang bertubi-tubi. RSUD Sekayu menegaskan bahwa proses hukum akan berjalan dan mereka tidak akan membiarkan tenaga medisnya merasa sendiri. Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin pun menyatakan sikap tegas dan mengutuk segala bentuk kekerasan terhadap tenaga kesehatan.

Dalam pernyataan resminya, RSUD Sekayu menyebutkan bahwa mediasi telah dilakukan, namun proses hukum tetap akan berlanjut. Sementara itu, Komisi IV DPRD Kabupaten Muba memastikan dukungannya terhadap RSUD Sekayu dalam menjaga kualitas dan keamanan layanan kesehatan.

Tetap Tenang di Tengah Badai

Dalam sorotan publik, nama dr. Syahpri Putra Wangsa ini menjelma menjadi simbol keteguhan dan profesionalisme. Warganet memuji sikapnya yang tenang dan tidak terpancing emosi di tengah tekanan verbal yang ia alami. Kolega sejawat dari berbagai penjuru Indonesia menyatakan solidaritas, menyuarakan harapan agar fasilitas kesehatan benar-benar bisa menjadi tempat yang aman, bukan hanya bagi pasien, tetapi juga bagi mereka yang mendedikasikan hidup untuk menyembuhkan.

Insiden ini menjadi pengingat keras bagi kita semua: pelayanan kesehatan adalah kerja bersama antara tenaga medis dan masyarakat. Ketidakpuasan bisa dan harus disampaikan, tetapi bukan dengan kekerasan. Sebab, ketika dokter dipaksa mundur karena rasa takut, yang terancam bukan hanya mereka, tetapi juga kita semua sebagai penerima layanan.

Menghormati yang Mengabdi

Kisah dr. Syahpri bukan sekadar cerita satu dokter di satu rumah sakit. Ini adalah potret tantangan yang dihadapi tenaga kesehatan di berbagai sudut negeri. Di balik jas putih dan stetoskop, ada manusia yang butuh dukungan, penghargaan, dan perlindungan.

Semoga langkah hukum ini menjadi titik balik bahwa keselamatan tenaga medis adalah harga mati. Dan bahwa di ruang perawatan, satu hal yang harus tetap menyala adalah rasa hormat kepada hidup, kepada profesi, dan kepada mereka yang memilih berdiri di garis depan kesehatan.

Foto: Instagram RSUD Sekayu

Bagikan