
BicaraPlus – Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Arif Satria meninjau Kawasan Kerja Bersama (KKB) M.F. Sustriayu Nalim di Salatiga, Jawa Tengah, belum lama ini, yang menjadi salah satu pusat riset vektor penyakit, termasuk nyamuk.
Arif menilai KKB Salatiga memiliki potensi besar sebagai lokasi riset spesifik, meski fasilitasnya masih perlu ditingkatkan.
“KKB Salatiga adalah lokasi yang sesuai untuk riset nyamuk. Tempat ini bagus dan memiliki kesesuaian untuk riset yang sangat spesifik,” kata Arif.
Menurutnya, riset nyamuk memiliki kontribusi penting, tidak hanya bagi Jawa Tengah, tetapi juga untuk kepentingan global. Karena itu, BRIN berencana merevitalisasi fasilitas agar produktivitas riset dapat terus meningkat.
“Kita akan kembalikan fungsi kawasan ini sebagai laboratorium riset vektor nyamuk. Produktivitas periset harus naik, dan risetnya harus berdampak nyata,” ujarnya.
Riset Didorong Lebih Berdampak dan Kolaboratif
Arif menjelaskan, ke depan arah riset BRIN akan lebih banyak bersifat bottom-up, dengan tetap dilengkapi penugasan top-down untuk riset yang dinilai strategis dan berdampak luas.
Ia menegaskan, keterbatasan fasilitas tidak seharusnya menjadi penghambat riset. Menurut Arif, periset dengan kompetensi dan rekam jejak yang kuat akan difasilitasi sesuai kebutuhan.
“Jangan meneliti karena keterbatasan alat. Alat yang harus menyesuaikan dengan kebutuhan riset,” ujarnya.
Selain itu, Arif mendorong para periset BRIN memperkuat kerja sama dengan kementerian/lembaga, pemerintah provinsi, hingga pemerintah daerah agar hasil riset dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.
Salatiga dan Tawangmangu Jadi Lokasi Riset Spesifik
Kepala Organisasi Riset Kesehatan BRIN Ni Luh Putu Indi Dharmayanti mengatakan, KKB Salatiga dan Tawangmangu memiliki fokus riset yang berbeda dan saling melengkapi.
“Di Salatiga, riset difokuskan pada vektor dan reservoir penyakit, sedangkan di Tawangmangu pada standarisasi tanaman obat,” ujar Indi.
Ia berharap kedua kawasan tersebut dapat dikembangkan menjadi Kawasan Sains karena aktivitas riset yang berlangsung dinilai strategis.
Sementara itu, periset Pusat Riset Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional BRIN Yuli Widiyastuti menilai keberadaan laboratorium BRIN di daerah penting untuk menjembatani kebutuhan masyarakat.
“Laboratorium di daerah menjadi penghubung antara riset dan kebutuhan masyarakat. Di Tawangmangu, kami mengembangkan ekosistem jamu dari hulu ke hilir,” kata Yuli.
Dukung Pengendalian Penyakit dan Kesiapsiagaan KLB
Di KKB Salatiga, BRIN memiliki Laboratorium Vektor dan Reservoir Penyakit yang mendukung riset pengendalian penyakit menular, termasuk penyakit yang ditularkan oleh nyamuk dan hewan pengerat.
Periset Pusat Riset Kesehatan Masyarakat dan Gizi BRIN Triwibowo Ambar Garjito menyebut, keberadaan fasilitas tersebut memperkuat kapasitas nasional dalam pemantauan dan pengendalian penyakit tular vektor dan zoonosis.
“Fasilitas ini mendukung deteksi dini dan respons terhadap potensi kejadian luar biasa penyakit, sekaligus mendorong pemerataan pusat keunggulan riset di daerah,” ujarnya.
Meski berada di daerah, produktivitas periset di KKB Salatiga tetap terjaga. Sepanjang 2025, para periset di kawasan tersebut menghasilkan 23 publikasi ilmiah bereputasi serta berkontribusi dalam penyusunan kebijakan nasional terkait pengendalian vektor dan reservoir penyakit.





