Jaket Ojol, Adidas Terrex: Siapa Sosok Pria di Balik Api Grahadi?

Untitled design 22

BicaraPlus – Surabaya diguncang bukan hanya oleh aksi demonstrasi, tetapi juga oleh viralnya sosok pria misterius yang diduga menjadi pemicu kebakaran di sekitar Gedung Negara Grahadi. Ia terekam mengenakan jaket ojek online yang masih mulus, helm full-face bermerek Shark seharga Rp5 jutaan, dan sepatu gunung Adidas Terrex senilai jutaan rupiah. Bukan gambaran tipikal seorang pengemudi ojol, apalagi demonstran biasa.

Kesaksian yang beredar di media sosial menyebut massa awalnya kesulitan menyalakan api. Hingga pria itu tiba-tiba muncul dengan torch dan dengan mudah menyulut tumpukan pembatas jalan. Setelahnya, api menjalar, kericuhan pecah, dan narasi “aksi damai berubah rusuh” pun terbentuk.

Pertanyaan kemudian muncul: siapa sebenarnya pria ini? Apakah sekadar warga biasa, atau ada skenario yang lebih besar?

Provokasi yang Mengaburkan Tuntutan

Sejarah demonstrasi di Indonesia kerap diwarnai kehadiran figur-figur misterius. Mereka datang seolah bagian dari massa, lalu mengarahkan situasi menuju kekacauan. Dampaknya selalu sama: substansi tuntutan rakyat terkubur, publik lebih banyak memperdebatkan kerusuhan ketimbang mendengar aspirasi.

Kisah pria berjaket ojol itu, dengan segala kejanggalan atribut yang melekat padanya, bisa jadi bagian dari pola lama tersebut. Dan bila benar, ini bukan hanya soal vandalisme, tetapi manipulasi demokrasi yang jauh lebih berbahaya.

Antara Fakta dan Spekulasi

Namun, kita juga perlu berhati-hati. Potongan gambar atau cerita viral belum tentu bisa dijadikan bukti. Sosok itu mungkin saja ojol betulan, atau sekadar massa yang ingin tampil berbeda. Karena itu, investigasi mendalam, CCTV, rekaman saksi, hingga audit independen, menjadi kebutuhan mutlak.

Sayangnya, ruang publik seringkali hanya disuguhi potongan informasi. Narasi besar dibiarkan dikendalikan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Di sinilah kerugian terbesar rakyat: kehilangan kendali atas kebenaran.

Demokrasi di Ujung Tanduk

Yang pasti, kerusuhan di Grahadi menunjukkan betapa rapuhnya ruang demokrasi kita. Alih-alih menjadi kanal aspirasi, demonstrasi justru berubah jadi panggung kekerasan. Dan setiap kali kekerasan terjadi, pintu pembatasan kebebasan rakyat semakin terbuka lebar.

Api di Grahadi hanyalah gejala. Masalah utamanya adalah apakah suara rakyat masih murni, atau sudah dibajak oleh tangan-tangan tak terlihat. Demokrasi akan kehilangan makna jika setiap jeritan rakyat selalu ditutup dengan stigma anarkis yang sesungguhnya dipicu provokasi.

Sosok pria berjaket ojol itu mungkin hanya satu individu. Namun kehadirannya melambangkan persoalan besar: betapa mudahnya ruang aspirasi disulut menjadi kerusuhan.

Rakyat berhak tahu siapa yang benar-benar menyalakan api di Grahadi. Tanpa jawaban jujur, peristiwa ini akan terus menjadi bara dalam ingatan, dan setiap perjuangan rakyat akan selalu dicurigai sebagai “anarkis.”

Bagikan