IMF Puji Ekonomi Indonesia 2025: Stabilitas 5% dan Reformasi Menuju Visi Emas 2045

imf seal hero success stories

BicaraPlus – Di tengah pusaran ketidakpastian ekonomi global yang kian tak menentu, Dana Moneter Internasional (IMF) melayangkan sebuah afirmasi penting, ekonomi Indonesia masih berdiri kokoh dan tangguh.

Usai menuntaskan rangkaian Konsultasi Pasal IV 2025 pada 3–12 November 2025, tim delegasi IMF yang dipimpin oleh Maria Gonzalez, menyuguhkan semacam ‘rapor’ dengan poin-poin apresiasi krusial. Kinerja ekonomi Republik Indonesia (RI) dinilai tetap prima, bahkan di bawah tekanan eksternal yang terus menguji.

“Perekonomian Indonesia menunjukkan ketahanan di tengah berbagai guncangan. Pertumbuhan diperkirakan tetap stabil di angka 5,0 persen pada 2025 dan 5,1 persen pada 2026, meskipun lingkungan eksternal menantang,” ujar Gonzalez dalam keterangan resmi IMF, belum lama ini.

Apresiasi itu lantas merangkum empat pilar utama yang dinilai sebagai kartu as Indonesia dalam menghadapi turbulensi ekonomi global:

I. Konsistensi Pertumbuhan dan Inflasi yang Terjaga

IMF menyoroti kemampuan pemerintah dan otoritas moneter dalam menjaga stabilitas melalui koordinasi kebijakan yang tepat sasaran. Ini bukan sekadar perkara statistik, melainkan cerminan kematangan dalam merespons gejolak.

Inflasi Inti Terkendali: “Hal ini mencerminkan dukungan dari kebijakan fiskal dan moneter. Inflasi inti tetap terjaga dan diproyeksikan bergerak menuju titik tengah kisaran target,” terang Gonzalez.

Neraca Eksternal Aman: Defisit transaksi berjalan dinilai “terkendali”, dilengkapi cadangan devisa yang berada pada “level nyaman”, sebuah bantalan penting untuk meredam goncangan eksternal.

II. Manuver Moneter Bank Indonesia yang Dipuji

Bank Indonesia (BI) mendapat sorotan positif atas manuvernya. Langkah pelonggaran kebijakan moneter yang dilakukan BI, yakni penurunan suku bunga sebesar 150 bps dan peningkatan likuiditas, dianggap sebagai kebijakan prudent yang tepat waktu.

“Peralihan menuju pelonggaran kebijakan moneter, dengan penyesuaian berbagai instrumen BI ke arah yang lebih mendukung, dinilai tepat,” kata Gonzalez. Kebijakan ini diperkirakan dapat secara bertahap memperkuat pemulihan kredit, sebab upaya meningkatkan kepercayaan dan prediktabilitas kebijakan akan mendorong permintaan kredit.

IMF bahkan menyiratkan bahwa ruang untuk penurunan suku bunga lanjutan masih terbuka, meskipun dengan catatan kehati-hatian: keputusan harus berbasis pada perkembangan data (data-dependent) dan kondisi global.

III. Sektor Keuangan yang Anti-Guncangan

Lembaga yang bermarkas di Washington D.C. ini memuji ketahanan sektor keuangan nasional. Stabilitas perbankan dan kecukupan pengaman regulasi menjadi fondasi kuat.

“Sistem keuangan secara keseluruhan tetap tangguh,” sebut Gonzalez. Sikap makroprudensial yang akomodatif dalam jangka pendek dinilai telah tepat, terutama di tengah kesenjangan kredit yang masih negatif.

Penerapan pengaman regulasi yang tepat, menurut IMF, akan sangat membantu menjaga ketahanan sektor keuangan, utamanya ketika pemerintah berupaya menggerakkan sektor ini sebagai pendorong agenda pertumbuhan.

IV. Fondasi Menuju Visi Emas 2045

Di mata IMF, Indonesia telah berada di “jalur yang benar” menuju cita-cita Visi Emas 2045, yakni mencapai status negara berpenghasilan tinggi. Namun, capaian ambisius ini memerlukan effort yang lebih besar.

Kunci utamanya terletak pada reformasi struktural yang lebih ambisius, mencakup penguatan infrastruktur, integrasi perdagangan, pemberdayaan UMKM, peningkatan investasi asing langsung (FDI), dan, yang terpenting, penguatan kualitas modal manusia.

Gonzalez secara khusus menyebut pendalaman integrasi perdagangan dengan mitra utama, melalui fokus pada pengurangan hambatan non-tarif dan reformasi struktural, sebagai “pendorong penting” bagi Indonesia untuk meraih status negara maju. Langkah-langkah positif dalam memperluas perjanjian dagang, seperti dengan Kanada dan Uni Eropa, serta potensi kesepakatan dengan Amerika Serikat dianggap sebagai kemajuan penting dalam menghasilkan pertumbuhan dan peningkatan produktivitas.

Catatan Kritis: Risiko dan Kewaspadaan Fiskal

Sebagaimana layaknya sebuah rapor, apresiasi IMF tak datang tanpa catatan kaki. Maria Gonzalez mengingatkan bahwa awan risiko global belum sepenuhnya mereda.

Risiko Eksternal Dominan: “Risiko cenderung mengarah ke sisi negatif. Ketegangan perdagangan yang meningkat, ketidakpastian berkepanjangan, dan volatilitas pasar keuangan global tetap menjadi risiko eksternal utama.”

Waspada Risiko Domestik: Dari sisi internal, perubahan kebijakan besar jika dieksekusi tanpa pengaman yang memadai berpotensi meningkatkan kerentanan.

Selain itu, IMF menyoroti proyeksi fiskal yang lebih konservatif dibanding asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026. IMF memperkirakan defisit fiskal 2025 akan melebar menjadi sekitar 2,8 persen dari PDB dan sekitar 2,9 persen pada tahun berikutnya, sementara asumsi APBN 2026 menargetkan 2,7 persen.

Maka, pesan kritisnya jelas, pengelolaan fiskal yang hati-hati sangat esensial.

“Menjaga risiko fiskal tetap terkendali memerlukan pengelolaan fiskal yang berkelanjutan, pengamanan yang kuat, serta pengawasan ketat terhadap operasi kuasi-fiskal,” tegas Gonzalez.

Mobilisasi pendapatan yang lebih kuat, diikuti fokus pada kualitas dan efisiensi belanja, adalah kunci untuk memastikan efektivitas kebijakan fiskal dalam menopang pertumbuhan.

Dengan demikian, pujian IMF ini berfungsi sebagai afirmasi sekaligus peringatan, Indonesia telah menunjukkan ketahanan luar biasa, namun ambisi menjadi negara maju menuntut kecepatan dan ketepatan reformasi struktural yang lebih dalam, didampingi oleh kewaspadaan fiskal yang berkelanjutan.

Bagikan