
BicaraPlus – Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menegaskan bahwa pagu anggaran Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun 2026 sebesar Rp13 triliun harus benar-benar digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan dan masyarakat pesisir. Keputusan ini disampaikan dalam Rapat Kerja Komisi IV DPR RI dengan Wakil Menteri KKP di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, dengan agenda penyesuaian Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) KKP Tahun Anggaran 2026 sesuai hasil pembahasan Badan Anggaran DPR RI.
Ketua Komisi IV DPR RI, Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto, menegaskan bahwa alokasi anggaran KKP yang tidak berubah dibandingkan tahun 2025 ini harus dijalankan secara transparan, terukur, dan tepat sasaran. Menurutnya, sektor kelautan dan perikanan menyangkut hajat hidup jutaan rakyat Indonesia, sehingga setiap rupiah anggaran negara harus memberi dampak langsung bagi nelayan, pembudidaya, dan masyarakat pesisir. Ia menekankan bahwa penggunaan anggaran harus diawasi secara ketat oleh BPK, KPK, Kejaksaan, hingga Polri agar terhindar dari penyimpangan.
Komisi IV DPR RI menekankan pentingnya optimalisasi program strategis KKP pada 2026. Beberapa agenda besar yang menjadi prioritas meliputi pembangunan Kampung Nelayan Merah Putih sebagai pusat pemberdayaan berbasis komunitas, percepatan pembangunan pergaraman nasional untuk mengurangi impor garam, revitalisasi tambak pantura demi memperkuat produksi udang dan bandeng, modernisasi kapal perikanan agar nelayan lebih produktif, serta penguatan koperasi desa yang diharapkan mampu menjadi tulang punggung ekonomi pesisir.
Namun, anggota Komisi IV DPR RI, Rokhmin Dahuri, menyoroti pentingnya memasukkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan ke dalam Indikator Kinerja Utama (IKU) KKP. Ia menilai bahwa dokumen IKU KKP belum menyinggung aspek paling mendasar ini. Padahal, Presiden Prabowo Subianto dalam berbagai kesempatan menegaskan bahwa kesejahteraan nelayan harus menjadi prioritas utama pembangunan maritim Indonesia. Tanpa indikator kesejahteraan, menurut Rokhmin, program KKP bisa kehilangan arah dan gagal menjawab kebutuhan nyata masyarakat.
Selain itu, Rokhmin juga menekankan perlunya KKP memperluas perhatian pada sektor industri bioteknologi kelautan. Saat ini, indikator produksi non-ikan KKP hanya mencantumkan garam, padahal potensi bioteknologi kelautan jauh lebih besar. Produk pangan fungsional, bahan kosmetik, hingga kolagen dari sisik ikan berpeluang besar menjadi komoditas unggulan global. Menurut Rokhmin, potensi nilai industri bioteknologi kelautan mencapai empat kali lipat lebih besar daripada industri teknologi informasi, sehingga KKP seharusnya bisa menjadi “game changer” dengan menjadikan sektor ini sebagai motor ekonomi baru Indonesia.
Isu krusial lainnya yang menjadi sorotan adalah temuan udang mengandung cesium radioaktif dari PT BMS yang menyebabkan produksi tambak udang menurun hingga 50 persen. Rokhmin menegaskan bahwa KKP harus segera melakukan klarifikasi internasional untuk memastikan bahwa pencemaran tersebut bukan berasal dari industri budidaya atau pengolahan udang, melainkan dari aktivitas pertambangan. Hal ini penting karena 40 persen nilai ekspor perikanan Indonesia berasal dari udang, dengan 85 persen di antaranya hasil budidaya. Jika isu ini tidak segera ditangani, maka ancaman terhadap komoditas unggulan perikanan nasional bisa berdampak serius pada ekonomi, ekspor, dan jutaan lapangan kerja.
Sebagai solusi, Rokhmin mengusulkan pembentukan panitia kerja (panja) khusus DPR RI untuk menangani isu udang. Menurutnya, udang sejak era Presiden Soeharto telah menjadi primadona ekspor perikanan Indonesia, dan hingga kini tetap menjadi tulang punggung devisa negara dari sektor kelautan. Ia menegaskan bahwa pemerintah dan DPR harus bergerak cepat agar kepercayaan pasar global terhadap komoditas perikanan Indonesia tidak runtuh.
Dengan demikian, DPR RI menekankan bahwa pagu anggaran Rp13 triliun bukan sekadar angka, melainkan amanah yang harus dikelola secara efektif untuk memberikan manfaat nyata. Program-program KKP diharapkan tidak hanya meningkatkan produksi hasil laut, tetapi juga mampu mendorong kesejahteraan nelayan, memperkuat ekonomi pesisir, serta membuka jalan bagi lahirnya industri maritim berbasis inovasi.
Komisi IV DPR RI menegaskan keberhasilan KKP dalam mengelola anggaran 2026 akan menjadi wujud nyata dukungan pemerintah terhadap visi Presiden Prabowo Subianto dalam membangun Indonesia sebagai negara maritim yang berdaulat, berdaya saing tinggi, dan berkeadilan sosial. DPR berharap seluruh program berjalan tepat sasaran dan memberikan bukti nyata bagi masyarakat pesisir yang selama ini menjadi tulang punggung ketahanan pangan laut Indonesia.