Dinilai Lindungi Hutan dan Masyarakat Adat, Ketua DPD RI Sultan Najamudin Apresiasi Putusan MK Kabulkan JR terhadap UU Cipta Kerja

WhatsApp Image 2025 10 17 at 14.11.09

BicaraPlus – Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Sultan Baktiar Najamudin, mengapresiasi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan permohonan judicial review (JR) terhadap Undang-Undang Cipta Kerja, khususnya perubahan pada UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, sebagaimana diubah melalui UU Nomor 6 Tahun 2023. Gugatan ini diajukan oleh Sawit Watch sebagai upaya memperkuat perlindungan bagi masyarakat adat yang hidup di kawasan hutan.

“Keputusan MK ini menjadi kabar baik bagi masyarakat adat yang hidup turun-temurun di kawasan hutan. Mereka adalah entitas yang paling memahami cara menjaga keanekaragaman hayati di wilayahnya,” ujar Sultan dalam keterangan resminya, Jumat (17/10). Mantan aktivis KNPI itu menilai, putusan MK ini sejalan dengan langkah DPD RI dan DPR RI yang kini tengah membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat.

“Putusan ini memberikan jaminan perlindungan terhadap masyarakat adat dari potensi kriminalisasi dengan alasan pelanggaran terhadap UU Cipta Kerja. Negara kini memiliki dasar hukum yang lebih kuat untuk memastikan hak-hak masyarakat adat dihormati,” tegas Sultan.

WhatsApp Image 2025 10 17 at 14.11.09 1

Sultan menambahkan, keputusan MK tersebut bukan berarti masyarakat adat memiliki hak absolut menguasai kawasan hutan, melainkan sebagai bentuk pengakuan dan perlindungan agar mereka dapat mengelola hutan secara berkelanjutan tanpa rasa takut akan jeratan hukum.

“Kami berharap putusan MK ini juga mempercepat pembahasan dan pengesahan RUU Masyarakat Adat yang menjadi salah satu prioritas DPD RI tahun ini,” jelas penulis buku Green Democracy tersebut.

Menurut Sultan, RUU Masyarakat Adat merupakan upaya hukum yang sudah lama dinantikan. Regulasi ini akan menjadi dasar kuat bagi negara dalam mengakui, menghormati, dan memberdayakan masyarakat adat yang selama ini menjadi penjaga ekosistem hutan Indonesia.

Sebagaimana diketahui, putusan MK pada Kamis (16/10/2025) menyatakan bahwa masyarakat adat tidak wajib meminta izin pemerintah sebelum membuka lahan di kawasan hutan, selama aktivitas tersebut tidak bersifat komersial. Putusan atas Perkara Nomor 181/PUU-XXII/2024 ini menjadi tonggak penting bagi pengakuan hak masyarakat adat di Indonesia.

MK menilai, Pasal 17 ayat (2) huruf b dalam Pasal 37 angka 5 Lampiran UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945, sepanjang tidak dimaknai “dikecualikan untuk masyarakat yang hidup secara turun-temurun di dalam hutan dan tidak ditujukan untuk kepentingan komersial.”

Putusan tersebut diharapkan menjadi momentum baru bagi negara untuk memperkuat kebijakan pembangunan berkeadilan sosial dan ekologis, dengan menempatkan masyarakat adat sebagai bagian penting dari pelestarian lingkungan dan keanekaragaman hayati Indonesia.

Bagikan