
Siang itu, Pantai Klayar menjadi panggung kolaborasi SBY ART Community. Langit biru selatan merentang tanpa batas, ombak menghantam karang Sphinx dengan irama abadi, sementara aroma asin laut bercampur bau cat minyak yang menguap dari bentangan kanvas.
Di atas hamparan pasir, Presiden ke-6 Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono membungkuk sedikit, jari-jarinya menyapu warna di permukaan paletnya. Tanpa kuas, setiap sentuhan terasa intim, menghubungkan tangan langsung antara palet cat dengan kanvas di depannya.
Tak jauh darinya, Christopher Lehmpfuhl, maestro ekspresionis dari Jerman, bekerja dengan intensitas fisik. Jemarinya bergerak cepat, meninggalkan lapisan cat tebal yang penuh vitalitas energi. Mereka nampak tidak banyak bicara, karena bahasa mereka adalah komposisi, bentuk dan warna.
Ini bukan sekadar acara melukis bersama, melainkan diplomasi budaya, perayaan estetika, dan promosi wisata, semua diikat dan diekspresikan dalam gelaran kanvas.

Dari Berlin ke Pacitan
Pertemuan ini berawal setahun sebelumnya. Ketika SBY menemukan karya Lehmpfuhl lewat YouTube, terpesona oleh teknik finger painting yang mengandalkan tangan sebagai kuas. Rasa ingin tahu membawanya ke Berlin, di mana SBY belajar langsung melukis lanskap dari sang maestro dengan jemarinya.
“Saya belajar dengan Christopher, saya pergi ke Berlin dan diajari melukis alam dengan jari,” kenangnya.
Agustus 2025, SBY mengundang Lehmpfuhl ke Indonesia. Bersama SBY Art Community yang dibidaninya, mereka merancang serangkaian on the spot painting di lokasi ikonik, seperti Monas, Puncak Cisarua, Borobudur, Museum SBY-Ani, dan Pantai Klayar Pacitan.

Kanvas dan Warisan Alam
Bagi SBY, Pantai Klayar merupakan potongan jiwa. Ia tumbuh di Pacitan, dan Pantai Klayar menjadi simbol cinta tanah kelahiran. Gugusan karang, semburan “seruling samudra”, dan warna laut yang dramatis menurutnya merupakan keindahan yang layak diabadikan.
“Wisata seni merupakan promosi untuk memuliakan alam dan menghidupi rakyat,” ungkap Ibas, anak kedua SBY dan Ani Yudhoyono yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua MPR RI.
Sementara Museum dan Galeri Seni SBY-Ani kini menjadi pusat denyut kreatif Pacitan : tempat pamer, belajar, dan pertemuan lintas generasi, institusi dan profesi. Di sini, koleksi dan lukisan-lukisan lahir bukan hanya sebagai karya estetis, akan tetapi juga sebagai narasi tentang keindahan Indonesia.
Finger Painting sebagai Kebebasan
Bagi SBY, finger painting merupakan kebebasan berekspresi dalam pemilihan teknik melukisnya. Tanpa kuas, ia bisa lebih merasakan langsung aroma cat, dan teksturnya, karena dapat menyentuh cat dan permukaan kanvasnya.
“Ini semi abstract landscape painting,” ujarnya. Pendekatan ini bukan hanya soal teknik, akan tetapi filosofi : keberanian bereksperimen, spontanitas, dan keterhubungan fisik antra alam dengan kanvasnya.
Lehmpfuhl membawa gaya ekspresionis murni, dengan tekstur tebal, warna tegas, dan gerak cepat. Sedangkan SBY memadukan jari dan kuas, membangun suasana kontemplatif. Perbedaan itu justru menjadi kekuatan mereka : dua bahasa visual bertemu di Pantai Klayar.

Ekosistem Seni
Kegiatan ini melibatkan para akademisi dan seniman muda dari ISI Yogyakarta, ISI Solo, FSRD ITB, FSRD IKJ, pelukis independen, serta seniman lokal Pacitan dan Kediri. Mereka melukis berdampingan, saling mengisi, bertukar teknik dan ide.
Bupati Pacitan, Indrata Nur Bayuaji, menyebutnya “bukti bahwa Pacitan semakin dikenal sebagai kota seni yang terbuka terhadap kolaborasi global.”
Pantai Klayar, pada hari itu, menjadi galeri terbuka : wisatawan, warga, dan seniman berbagi ruang yang sama, ruang di mana seni menjadi bahasa visual bersama.
Misi Diplomasi Visual
Karya-karya hasil kolaborasi ini rencananya akan dipamerkan di Jakarta, pada Juni 2026, bertepatan dengan peringatan Sister City Jakarta-Berlin. Monas, Puncak Cisarua, Borobudur, Museum Gallery SBY-Ani, dan Pantai Klayar akan tampil sebagai duta visual Indonesia.
“Seni merupakan promosi yang paling abadi. Sebuah lukisan bisa mengundang orang datang, bahkan ketika waktu sudah jauh berlalu,” ujar Ibas. Pameran ini diharapkan bukan hanya sebagai tontonan, akan tetapi juga pernyataan bahwa seni merupakan soft power Indonesia.
Visi Pacitan Kota Seni Dunia
SBY memimpikan Pacitan sebagai pusat seni internasional, menjadi tuan rumah residensi, lokakarya, dan festival seni budaya tahunan.
“Insya Allah, dari Indonesia, kita peduli pada dunia melalui seni,” harap SBY.
Dengan dukungan pemerintah daerah, komunitas seni, dan jejaring global, SBY Art Community menempatkan Pacitan di peta budaya dunia, bukan hanya karena alamnya, akan tapi karena semangat kolaboratifnya.
Foto: Dok. Akbar Linggaprana