Danantara Rencanakan Kampung Haji Indonesia Seluas 80 Hektare di Tanah Suci

EJBhOxTohBBeOwPgNhzJ5xjyWu5HZxZOcjL3t7K8 1

BicaraPlus – Gagasan mengenai kampung haji Indonesia di Arab Saudi, sebuah fasilitas terpadu yang didedikasikan untuk kenyamanan jemaah asal Tanah Air, bukan lagi sekadar wacana. Proyek ambisius ini telah memasuki babak penentuan lokasi dan pendanaan. Pemerintah Indonesia, melalui Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara), kini mengungkap skala proyek tersebut, sebuah kawasan seluas 80 hektare yang akan berfungsi sebagai rumah kedua bagi para jemaah haji dan umrah.

Inisiatif ini dirancang bukan hanya untuk menyediakan akomodasi, tetapi juga untuk menjamin pengelolaan dana umat yang berkelanjutan. Meskipun detail lokasi pasti masih dirahasiakan, sinergi antara Danantara dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menjadi kunci utama realisasi proyek strategis ini.

Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM, Rosan Roeslani, memastikan bahwa masalah pendanaan awal proyek seluas 80 hektare ini tidak perlu dikhawatirkan. “80 hektare (luasnya). Kalau pendanaan enggak ada masalah, ada Danantara kan. Nanti kerja sama dengan BPKH. Mungkin awalnya pembelian tanahnya dari kami, tapi nanti pembangunan ke depannya ya kita akan kolaborasi dengan BPKH,” ujarnya usai acara Indonesia Sharia Economy Festival (ISEF) 2025.

Rosan menjelaskan, inisiatif Danantara ini memiliki dua dimensi penting: memastikan dana yang dikeluarkan dikelola dengan baik dan dapat berputar (financial aspect), dan yang terpenting, memberikan kenyamanan bagi jemaah.

“Tapi saat bersamaan juga memberikan kenyamanan dalam haji dan umrah beribadah, sehingga mereka menjadi lebih nyaman, lebih khusuk ibadahnya, karena mereka mempunyai tempat yang sangat baik, sangat layak ke depannya,” beber Rosan.

Tantangan Kepemilikan Asing di Tanah Suci

Meski lokasi spesifik lahan seluas 80 hektare tersebut telah ditentukan, Rosan enggan membeberkannya ke publik karena masih dalam tahap administrasi yang sensitif.

“Sudah, sudah kita tentukan (lokasinya). Sekarang sedang berproses saja,” tuturnya.

Tantangan terbesar yang dihadapi Indonesia dalam proyek ini bukan terletak pada pendanaan, melainkan pada aspek regulasi kepemilikan. Rosan mengakui bahwa proses perizinan di Arab Saudi membutuhkan waktu, terutama karena adanya kebijakan baru yang memungkinkan asing untuk memiliki aset.

“Karena buat mereka ini kan juga hal yang baru, yang di mana asing boleh memiliki. Ini kan baru, hal yang baru,” imbuh Rosan, yang kini menjabat sebagai Menteri Investasi.

Rosan menegaskan bahwa pemerintah memilih untuk bertindak hati-hati dan bertahap, fokus pada pengamanan lahan dan perizinan sebelum melangkah ke tahap pembangunan. “Jadi kita step by step dulu deh kita ini, dapat lahannya dulu. Mungkin sudah ada gambarnya, secara bersamaan kita akan mengurus semua persyaratan, perizinan, dan yang lain-lain,” pungkasnya.

Dengan proyek 80 hektare ini, Indonesia tak hanya berupaya memperbaiki layanan haji, tetapi juga mengukuhkan jejak ekonomi syariahnya di kancah internasional.

Bagikan