
BicaraPlus – Ketika kita mendengar kata “nuklir,” mungkin yang terbayang adalah energi atau bahkan senjata. Tapi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) justru membalikkan persepsi itu, mereka menggunakan teknologi nuklir untuk melawan salah satu musuh lingkungan terbesar abad ini, yaitu sampah plastik.
Inovasi ‘hijau’ dari Indonesia ini baru saja menjadi sorotan utama dalam panggung global, tepatnya di International High-Level Forum on Nuclear Technology for Controlling Plastic Pollution (NUTEC Plastics) yang dihelat International Atomic Energy Agency (IAEA) di Manila, Filipina, beberapa waktu lalu.
Indonesia, ‘Pilot Project’ Anti-Plastik Dunia
Kepala Organisasi Riset Tenaga Nuklir (ORTN) BRIN, Syaiful Bakhri, dengan tegas menyatakan komitmen Indonesia, yang terpilih sebagai salah satu negara percontohan (pilot country).
“Sebagai salah satu negara percontohan, Indonesia berkomitmen menghadirkan inovasi yang nyata dan berdampak. Kemajuan yang dicapai dari penelitian hingga demonstrasi teknologi menegaskan kesiapan Indonesia mendukung upaya global dalam mengurangi polusi plastik melalui teknologi nuklir,” ujar Syaiful, Rabu (3/12).
Inti dari gerakan ini ada pada dua pendekatan utama. Pertama, Daur Ulang Plastik Berbasis Radiasi: Limbah plastik diubah menjadi material industri bernilai tambah.
Kedua, Pemantauan Mikroplastik di Laut: Teknik analisis nuklir digunakan untuk melacak pergerakan dan konsentrasi mikroplastik secara akurat.
Forum NUTEC Plastics yang dibuka langsung oleh Presiden Filipina, Presiden Asian Development Bank, dan Dirjen IAEA menjadi bukti seriusnya dunia dalam mendorong inovasi nuklir demi lingkungan dan ekonomi sirkular.
TRL 5, Inovasi Lokal yang Naik Kelas
Di bawah koordinasi BRIN, para peneliti tanah air berhasil menciptakan gebrakan: mereka mengembangkan compatibilizer (zat perekat) dari sampah plastik daur ulang untuk aplikasi Wood-Plastic Composite (WPC).
Bayangkan, limbah plastik bisa diolah menjadi material komposit kayu-plastik yang kuat dan bernilai ekonomi tinggi. Inovasi ini bukan lagi sekadar ide di laboratorium. Ia telah melewati fase riset hingga pembuktian konsep, dan kini telah mencapai tahap prototipe skala teknis (Technology Readiness Level/TRL 5).
Indonesia bahkan berbagi pengalaman teknis dengan negara-negara lain di kawasan, memperkuat posisi kita sebagai salah satu negara terdepan, bersama Argentina, Malaysia, dan Filipina, yang tengah membawa teknologi ini menuju skala industri percontohan.
Mengintip Sejarah Pencemaran 150 Tahun
Namun, melawan plastik tidak hanya soal daur ulang. Indonesia juga aktif dalam program kolaborasi global untuk memetakan seberapa parah laut kita tercemar.
Sejak 2024, BRIN aktif melakukan sampling mikroplastik di Teluk Lampung, Muara Cisadane, Pulau Pari, hingga Pekalongan. Data hasil analisis bahkan sudah diunggah ke database global IAEA.
Yang paling menarik, Indonesia telah menyiapkan jurus andalan untuk Fase II program ini (2026–2029). BRIN akan mengintegrasikan teknik mutakhir: sediment dating menggunakan isotop $Pb-210$.
Teknik ini memungkinkan peneliti untuk merekonstruksi sejarah pencemaran mikroplastik hingga 150 tahun ke belakang! Sebuah upaya ambisius untuk memahami akar masalah polusi di perairan kita.
“Partisipasi BRIN dalam forum ini menegaskan peran aktif Indonesia dalam memanfaatkan teknologi nuklir untuk pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan,” tutup Syaiful.





