Bikin Bangga! UGM Sabet Best Greenship Innovation Berkat Rumah Kayu “Anti-Gempa” dari Akasia

WhatsApp Image 2025 12 08 at 13.01.53

BicaraPlus – Paviliun CLT Nusantara, sebuah prototipe rumah kayu berkonsep rendah emisi dinobatkan sebagai salah satu dari tiga penerima Best Greenship Innovation pada Greenship Awards 2025 yang diselenggarakan oleh Green Building Council Indonesia (GBCI), belum lama ini.

Penghargaan ini menegaskan bahwa Indonesia bukan lagi sebatas penonton dalam pengembangan model konstruksi berbasis kayu yang berkelanjutan, sebuah teknologi yang sebelumnya lebih dulu populer di negara-negara maju. Paviliun ini merupakan hasil pengembangan tim riset yang dipimpin oleh Prof. Dr. Ali Awaludin, Guru Besar Fakultas Teknik (FT) UGM, bersama mitra industri.

Berdiri kokoh di Taman Manufaktur FT UGM, Paviliun CLT Nusantara berfungsi ganda sebagai etalase (showcase room) dan sebagai laboratorium hidup. Bangunan ini memadukan teknologi kayu, energi surya, dan penerapan smart technology.

“Paviliun ini tidak hanya berfungsi sebagai ruang pertemuan atau showcase room, tetapi juga sebagai laboratorium bagi berbagai inovasi konstruksi berkelanjutan,” ujar Ali Awaludin kepada wartawan di Kampus UGM, kemarin..

Kayu Akasia Lokal dan Reverse Engineering

Keunikan utama Paviliun CLT Nusantara terletak pada pendekatannya yang sangat lokalis. Ali Awaludin, Ketua tim riset Kedaireka, menjelaskan inovasi ini mencakup penggunaan material lokal, yaitu kayu akasia.

Pemilihan akasia bukan tanpa alasan. Jenis kayu ini dikenal sebagai fast growing trees yang memiliki kekuatan memadai dan tahan terhadap jamur. Lebih penting lagi, tim riset menerapkan teknologi Cross-Laminated Timber (CLT), teknik merekatkan lapisan kayu yang telah diadaptasi secara spesifik untuk material Indonesia.

Melalui proses reverse engineering, teknologi CLT disesuaikan untuk dapat mengakomodasi susunan kayu akasia yang secara struktural cenderung lebih ramping. Ini memungkinkan inovasi ini berdiri di atas pilar material lokal, bukan impor.

Selain material, bangunan ini mengintegrasikan sumber energi berupa panel surya, sistem smart lighting, dan IoT smart garden yang menjadikannya bangunan yang diklaim mendukung prinsip nol emisi.

Bukan untuk Hunian Massal, Melainkan Ruang Belajar

Meskipun model bangunan ramah lingkungan ini terbilang sukses dan menarik perhatian mitra dari lima benua, Ali Awaludin menegaskan bahwa target utama Paviliun CLT Nusantara bukan untuk hunian massal, melainkan sebagai bangunan edukatif (public space).

Konsep ini diarahkan untuk mendirikan fasilitas publik seperti sekolah dasar, SMP, atau ruang belajar.

“Konsep ini lebih kami tujukan untuk menjadi learning area, agar generasi muda bisa melihat secara langsung bagaimana ecological material diterapkan dalam konstruksi sehingga mereka bisa melihat secara langsung penerapan teori yang mereka pelajari,” ungkap Ali.

Langkah ini juga sejalan dengan target ambisius Indonesia untuk mencapai nol emisi pada tahun 2026, sebuah tujuan yang, menurut Ali, dapat dicapai salah satunya melalui reboisasi terencana dan pemanfaatan berkelanjutan.

Secara teknis, inovasi berbasis recycle material ini diklaim memiliki keunggulan ketahanan guncangan, kemampuan menyimpan karbon, dan perawatan yang efisien. Ali menampik anggapan bahwa bangunan kayu tidak awet. Ia menekankan bahwa kayu akan bertahan lama asalkan perawatannya tepat, yakni memastikan kondisi kering dan melakukan coating ulang secara berkala.

Bagi Ali Awaludin, Paviliun CLT Nusantara menjadi simbol komitmen UGM terhadap praktik keberlanjutan dan sekaligus ruang kolaborasi vital antara akademisi, pemerintah, dan sektor industri. Keberhasilan ini diharapkan dapat menginspirasi kampus-kampus lain, seperti halnya yang telah dilakukan UBC Vancouver dan NTU Singapura dengan gedung bertingkat kayu mereka.

Dengan raihan Best Greenship Innovation ini, pintu menuju masa depan konstruksi hijau di Indonesia terbuka kian lebar, menjadikan UGM dan Indonesia berpotensi sebagai role model global dalam menggagas konsep bangunan yang berkelanjutan.

Bagikan