Purbaya Yudhi Sadewa Likuiditas: Menkeu Baru Guyur Rp 200 Triliun ke Bank-Bank Besar, Strategi Cerdas atau Risiko Baru?

my 4

BicaraPlus – Purbaya Yudhi Sadewa likuiditas menjadi perhatian publik setelah Menteri Keuangan baru menggulirkan kebijakan besar dengan menyalurkan Rp 200 triliun ke bank-bank besar Indonesia. Dana ini dimaksudkan untuk memperkuat likuiditas perbankan, mendorong penyaluran kredit sektor riil, dan menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia 2025 tetap stabil.

Penyaluran dana dilakukan ke bank-bank Himbara dan BSI dengan proporsi: BRI Rp 55 triliun (27,5%), BNI Rp 55 triliun (27,5%), BTN Rp 25 triliun (12,5%), Mandiri Rp 5 triliun (2,5%), dan BSI Rp 10 triliun (5%). Instrumen yang digunakan adalah deposito on call, sangat likuid dan dapat ditarik kapan saja, sehingga bank memiliki fleksibilitas dalam pengelolaan dana likuiditas.

Pemerintah tidak memberlakukan aturan wajib untuk menyalurkan kredit, melainkan memberikan himbauan dan insentif biaya jika dana tidak digunakan untuk kredit produktif. Menkeu Purbaya menegaskan bahwa bank yang menahan dana akan menanggung biaya simpanan, sehingga mendorong mereka menyalurkan kredit ke sektor riil, termasuk UMKM, industri pengolahan, logistik, dan perumahan rakyat.

Sumber dana berasal dari Saldo Anggaran Lebih (Silpa) dan anggaran pemerintah yang belum dibelanjakan, yang sebelumnya mengendap di Bank Indonesia. Dengan langkah ini, pemerintah memanfaatkan dana yang tidak produktif tanpa harus menambah utang atau mencetak uang baru.

Meski BSI hanya menerima Rp 10 triliun (5%), bank syariah ini penting sebagai akses perbankan di Aceh, menegaskan perhatian pemerintah pada pemerataan ekonomi di wilayah terpencil. Dari sisi makro, Loan-to-Deposit Ratio (LDR) per Juli 2025 adalah 86,54%, turun dari 88,62% Desember 2024, menunjukkan likuiditas relatif longgar. Base money (M0) tumbuh 7% yoy menjadi Rp 1.925,4 triliun, sedangkan M2 tumbuh 6,5% menjadi Rp 9.597,7 triliun.

Para pengamat ekonomi menekankan bahwa efektivitas kebijakan Purbaya Yudhi Sadewa likuiditas tergantung pada penggunaan kredit ke sektor produktif dengan multiplier tinggi, koordinasi kebijakan fiskal dan moneter, serta pengawasan ketat. Jika optimal, dana ini dapat memperkuat UMKM, industri, dan sektor prioritas lain, menciptakan lapangan kerja, serta meningkatkan penerimaan pajak. Namun, risiko tetap ada jika bank menahan dana atau menempatkannya pada instrumen aman demi menjaga likuiditas.

Publik menunggu apakah kebijakan Purbaya Yudhi Sadewa likuiditas akan menjadi strategi cerdas yang mendorong pertumbuhan nyata atau justru membuka risiko baru bagi sistem perbankan Indonesia. Kebijakan ini menunjukkan arah baru pemerintah: fleksibel, berbasis insentif, dan responsif terhadap dinamika ekonomi Indonesia 2025.

Bagikan