
BicaraPlus – Bank Indonesia melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) memutuskan menurunkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 4,75%, dengan suku bunga Deposit Facility 3,75% dan Lending Facility 5,50%. Penurunan suku bunga acuan ini diambil untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi nasional di tengah ketidakpastian global, menjaga inflasi tetap rendah dalam kisaran 2,5±1% pada 2025–2026, serta menstabilkan nilai tukar Rupiah.
Ekonomi global masih menghadapi tekanan akibat ketidakpastian pasar keuangan, pelemahan konsumsi di Amerika Serikat, penurunan ekspor Tiongkok, dan perlambatan perdagangan Eropa serta Jepang. Namun Indonesia diperkirakan mampu tumbuh lebih baik pada semester II 2025 dengan proyeksi di kisaran 4,6–5,4%. Pertumbuhan ini didukung oleh ekspor komoditas, terutama minyak sawit ke India, serta percepatan belanja pemerintah di sektor ketahanan pangan, energi, dan infrastruktur.
Stabilitas nilai tukar Rupiah tetap terjaga dengan penguatan 0,30% secara mtd pada September 2025, ditopang konsistensi kebijakan moneter Bank Indonesia dan implementasi kewajiban Devisa Hasil Ekspor (DHE) SDA. Inflasi juga terkendali, dengan realisasi Agustus 2025 sebesar 2,31% yoy dan inflasi inti 2,17% yoy. Meski harga beras meningkat setelah panen raya berakhir, inflasi secara keseluruhan diperkirakan tetap dalam target 2,5±1% hingga 2026.
Neraca Pembayaran Indonesia mencatat surplus perdagangan USD 4,2 miliar pada Juli 2025 dan cadangan devisa mencapai USD 150,7 miliar atau setara 6,3 bulan impor, jauh di atas standar kecukupan internasional. Aliran modal asing masuk ke Surat Berharga Negara juga memperkuat ketahanan eksternal. Sementara itu, pertumbuhan kredit perbankan pada Agustus 2025 tercatat 7,56% yoy, namun suku bunga kredit masih relatif tinggi di level rata-rata 9,13% sehingga transmisi penurunan BI Rate belum optimal ke sektor riil.
Keputusan Bank Indonesia menurunkan BI Rate menjadi 4,75% menjadi sinyal kuat bagi pasar bahwa arah kebijakan moneter akan semakin longgar untuk mendukung pemulihan ekonomi. Namun efektivitasnya akan bergantung pada seberapa cepat sektor perbankan menurunkan suku bunga kredit dan menyalurkan likuiditas ke sektor produktif seperti UMKM, pertanian, dan industri strategis. Sinergi antara Bank Indonesia, perbankan, dan pemerintah menjadi kunci agar stimulus moneter benar-benar berdampak pada pertumbuhan ekonomi 2025, menjaga stabilitas Rupiah, serta memastikan inflasi tetap terkendali di tengah dinamika global.