Maulidan Isbar Dari Santri Hingga Penggerak Ekonomi Desa Lewat APUDSI

Tak banyak yang menyangka perjalanan kepemimpinan Maulidan Isbar bermula dari lingkungan yang sangat sederhana pondok pesantren. Enam tahun ia jalani masa remajanya sebagai santri di Tasikmalaya. Di tempat itu, bukan hanya ilmu agama yang ia pelajari, tapi juga keterampilan hidup yang tak ternilai: kemandirian, kepemimpinan, hingga kemampuan komunikasi yang kuat. “Saya banyak belajar soal karakter, cara berpikir, dan kepemimpinan justru ketika mondok,” katanya.

Setelah lulus, Maulidan melanjutkan pendidikan ke Jakarta. Pilihannya cukup unik pariwisata. Ia belajar perhotelan dan industri perjalanan, meski kemudian menyadari bahwa minatnya bukan di sektor industri wisata, melainkan pada kekuatan ilmu itu sendiri bagaimana pariwisata bisa menjadi alat pemberdayaan sosial dan ekonomi, termasuk di desa. Dari sanalah, ketertarikannya terhadap pembangunan desa mulai tumbuh. Ia terlibat di banyak kegiatan organisasi dan komunitas, hingga pada akhirnya membentuk dan kini memimpin APUDSI (Asosiasi Pengusaha Desa Seluruh Indonesia).Maulidan melihat desa bukan sebagai objek pembangunan, tapi sebagai pusat ekonomi masa depan. Ia punya visi besar menjadikan APUDSI sebagai kawah candradimuka untuk melahirkan kader-kader pengusaha desa yang berintegritas, berdaya, dan mampu membawa kesejahteraan bagi lingkungan sekitar. Baginya, pengusaha yang benar bukan hanya mencari untung, tapi mampu menciptakan perubahan. “Kalau kita ingin Indonesia jadi negara besar seperti China, maka warganya harus berdaya. Salah satunya lewat pengusaha desa yang mandiri,” ujarnya.

Tiga program strategis kini dijalankan APUDSI untuk mewujudkan visi itu. Pertama, mempercepat legalisasi para pelaku usaha desa. Banyak UMKM yang telah berjalan bertahun-tahun namun belum memiliki entitas hukum, sehingga sulit mengakses pembiayaan dan kemitraan. Kedua, APUDSI aktif memberikan pelatihan soft skill dan hard skill kepada para pelaku usaha, agar mereka tidak hanya hebat memproduksi, tapi juga mampu mengelola. Dan ketiga, membangun jaringan kepemimpinan lokal melalui proses seleksi kader pemimpin kabupaten di seluruh Indonesia agar tiap daerah punya tokoh penggerak ekonomi berbasis desa.

Namun, Maulidan tak menampik bahwa tantangan utama bukanlah soal program, tapi mentalitas. “Menyebut kata desa saja masih diledek. Seolah-olah orang desa itu tidak bisa kaya,” tuturnya. Ia melihat paradigma ini sebagai penghalang utama, baik dari pihak luar maupun dari pelaku usaha itu sendiri. Banyak yang belum percaya diri, merasa usahanya kecil dan tak punya masa depan. Di sinilah APUDSI hadir: membangun kepercayaan diri, memperkuat narasi bahwa desa punya potensi besar, bahkan bisa menjadi pusat kekayaan jika dikelola dengan benar.

APUDSI juga aktif membangun jejaring lintas sektor. Hubungan dengan pemerintah, sektor swasta, hingga mitra internasional dijalankan secara aktif. Tahun depan, APUDSI akan menjadi tuan rumah Nusantara International Village Summit & Expo, menghadirkan 53 negara yang fokus pada pembangunan ekonomi berbasis desa. Beberapa negara seperti Malaysia, China, dan Turki telah menyatakan dukungan penuh, bahkan sudah mulai melakukan transaksi perdagangan dan misi dagang dengan anggota APUDSI.

Dari sisi teknologi, APUDSI tak tertinggal. Mereka sudah mulai mengadopsi blockchain untuk pendataan, sistem digital untuk distribusi dan logistik, hingga menggagas kerja sama dengan China untuk penyediaan alat pertanian, perikanan, dan perkebunan berbasis sistem sewa. “Teknologi bukan hanya internet. Tapi alat yang mempercepat proses produksi, memangkas rantai distribusi, dan menurunkan biaya.

Desa justru butuh teknologi untuk bisa maju lebih cepat,” ujar Maulidan.Di akhir perbincangan, Maulidan menyampaikan tiga nilai yang ia pegang dalam memimpin dan membangun ekosistem desa: integritas, keyakinan, dan keberanian. Tanpa itu semua, menurutnya, mustahil membangun perubahan yang nyata dan berdampak luas.Dengan ketenangan dan ketegasannya, Maulidan Isbar menjadi sosok pemimpin muda yang menunjukkan bahwa masa depan Indonesia tak hanya ada di kota, tapi juga tumbuh kuat dari desadi tangan mereka yang punya visi, keberanian, dan niat tulus untuk mengangkat sesama.

Bagikan