Belajar Ekonomi Biru dari Seychelles

IMG 20251029 WA0026

BicaraPlus – Kolaborasi Politeknik Negeri Jakarta (PNJ), Green Democracy Institute, serta BicaraPlus.ID memantik diskursus vital tentang peran pemuda dalam menggerakkan ekonomi berbasis alam. Negara kepulauan terkecil di Afrika, Seychelles, hadir membawa sebuah preseden sukses.

Pada Sarasehan Vol. 2 dengan tajuk “Youth Power: Empowering the Creative Economy with Green Digital and Green Economy” yang digelar di Auditorium Gedung Perpustakaan PNJ, Selasa (28/10), Special Envoy of Seychelles for ASEAN, His Excellency Nico Barito, memberikan sebuah masterclass tentang bagaimana negara kecil dapat mencapai kemakmuran melalui pengelolaan alam yang bertanggung jawab.

Seychelles, negara republik yang terletak di Samudra Hindia, sebelah timur Benua Afrika, mungkin belum familier di telinga banyak orang. Negara ini adalah yang terkecil di seluruh benua Afrika dan salah satu yang terkecil di dunia. Terdiri dari 115 pulau, total luasnya hanya seukuran Pulau Rote di Nusa Tenggara Timur, dengan populasi yang minimalis, sekitar 98,3 ribu jiwa.

Meskipun kecil, negara kepulauan ini memiliki daya tarik geopolitik yang besar, menjadikannya arena persaingan halus di antara negara-negara adidaya, seperti Tiongkok dan Amerika Serikat. Namun, yang menjadi magnet belakangan ini adalah lonjakan popularitasnya sebagai destinasi wisata kelas atas, terutama sejak Pangeran William dan Kate Middleton berbulan madu di sana.

Bahkan, karnaval budaya tahunan berskala internasional, Carnaval International de Victoria, telah menyita perhatian dunia, termasuk Indonesia. Namun, yang tak kalah penting adalah Seychelles berhasil membuktikan bahwa ukuran geografis tidak berkorelasi dengan kualitas ekonomi.

Kedaulatan Perikanan dan Modal Alam

Dalam sarasehan tersebut, Nico memaparkan kunci keberhasilan negaranya, yang kini berusia 49 tahun, menjadi salah satu negara maju dan kaya di pesisir Afrika. Kuncinya terletak pada komitmen terhadap konsep ekonomi hijau (green economy) dan ekonomi biru (blue economy). Nico menyoroti Samudra Hindia sebagai pusat perikanan global, wilayah yang turut memengaruhi perikanan Indonesia hingga Pasifik. Ia menegaskan sebuah fakta alamiah, “Tidak ada ikan yang punya kode. Mengatakan ini ikan negara mana, ini ikan negara mana, tidak ada. Ini ikan karunia Allah SWT yang harus dijaga baik-baik.”

Keberhasilan Seychelles adalah kemampuan mereka menerapkan konsep pengelolaan alam yang berkelanjutan dan penangkapan ikan yang bertanggung jawab. Jika alam dieksploitasi berlebihan, seperti penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan, ekonomi akan runtuh.

Hasilnya nyata, Income per capita Seychelles mencapai USD39 ribu.

Negara ini adalah yang pertama meluncurkan Blue Bonds pada 2018 dan hari ini berbicara lantang tentang Green Capital. Barito memberikan ilustrasi sederhana, jika Anda menginap di hotel, harga kamar dengan pemandangan laut akan jauh lebih mahal. “Itu buktinya bahwa nilai alam itu menjual,” tegasnya.

Sungai Sebagai Halaman Depan

Lebih lanjut Barito mengatakan, bagi masyarakat Seychelles, alam, laut, dan lingkungan adalah ‘my paradise’. Mereka memandang alam sebagai halaman depan rumah, bukan halaman belakang. Hal ini berkebalikan dengan fenomena yang masih jamak di Indonesia, di mana sungai seringkali diperlakukan sebagai halaman belakang, tempat pembuangan.

Ia mengingatkan, upaya konservasi tidak akan berhasil jika hanya sebatas kampanye lingkungan semata. Harus ada nilai tambah yang dirasakan masyarakat. “Masyarakat harus melihat, dari perbuatan saya, nilai tambahnya apa. Saya harus dapat sesuatu kalau saya jaga alam. Jadi, alam itu punya nilai.”

Ini mendorong pemuda PNJ untuk melihat potensi di luar Jawa. Ia menantang lulusan PNJ untuk tidak hanya memikirkan target kerja di Jawa atau kota besar, tetapi melirik ribuan pulau kecil di Indonesia Timur dan Barat.

Ia mencontohkan kesuksesan ekonomi pesisir melalui kawasan konservasi mangrove, perikanan air tawar, dan ekowisata laut. Ketika masyarakat mendapatkan nilai ekonomi dari tempat yang mereka jaga, mereka akan rajin menanam mangrove dan menjaga pantai.

Mengakhiri sesinya, Barito menegaskan kesiapan Seychelles untuk berkolaborasi dengan PNJ dalam solusi sanitasi, air, dan listrik untuk pulau-pulau kecil, termasuk memanfaatkan energi gelombang laut. Ia memberikan penutup yang kuat, menegaskan bahwa Seychelles, yang dulunya dianggap “tertinggal, terkecil, dan terluar”, kini menjadi negara termaju di pantainya. Sebuah komitmen yang mempertemukan sosial-ekonomi, sosial-politik, dan sosial-lingkungan.

Bagikan