
BicaraPlus—Badan Legislatif Senayan kembali diramaikan oleh isu klasik yang tak kunjung usai, peredaran pakaian bekas impor ilegal. Namun, kali ini, sorotan tajam diarahkan pada dugaan praktik pungutan liar (pungli) dengan tarif fantastis yang melibatkan oknum di gerbang pelabuhan.
Dugaan pungli ini pertama kali dilontarkan oleh perwakilan pedagang pakaian bekas (thrifting) dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI, Rabu (19/11).
Rifai Silalahi, perwakilan pedagang thrifting Pasar Senen, secara terbuka mengungkapkan praktik suap yang memungkinkan mayoritas pakaian bekas impor ilegal membanjiri Tanah Air. Ia menyebut, untuk meloloskan satu kontainer pakaian bekas impor, dibutuhkan biaya pelicin yang mencapai ratusan juta rupiah.
“Kalau yang ilegal itu kurang lebih Rp550 juta per kontainer melalui pelabuhan,” ungkap Rifai dalam rapat tersebut.
Sembari menegaskan bahwa pedagang sesungguhnya adalah korban, Rifai mengisyaratkan bahwa masuknya barang tersebut ke Indonesia tidaklah terjadi secara tiba-tiba. “Artinya, ada yang memfasilitasi. Kami ini sebenarnya korban, Pak, para pedagang,” tandasnya. Pernyataan ini secara implisit menunjuk pada adanya tangan-tangan tersembunyi yang mengatur jalur gelap tersebut, mulai dari pelabuhan hingga pasar domestik.
Menanggapi tudingan yang meresahkan tersebut, Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Djaka Budi Utama, langsung memberikan bantahan keras. Ditemui di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin (24/11), Djaka menyebut informasi mengenai tarif suap Rp550 juta per kontainer adalah kabar yang “menyesatkan.”
Meskipun membantah angka spesifik tersebut, Djaka tidak menafikan kemungkinan adanya oknum yang menyalahgunakan wewenang. Ia menegaskan, pihaknya telah bergerak cepat untuk menindak internal jika ditemukan penyimpangan.
“Itu nggak jelas itu informasi yang menyesatkan. Kalaupun ada biaya cukai yang memanfaatkan itu, yang pasti udah kita selesaikan. Gitu aja,” tegas Djaka.
Lebih lanjut, Djaka menyampaikan ancaman sanksi tegas bagi pegawainya yang terbukti menerima suap dalam praktik impor ilegal ini. “Kalau memang itu ada dari pegawai Bea Cukai, ya pasti kita akan selesaikan. Pasti jadi pengangguran,” pungkasnya, menggarisbawahi komitmen lembaga untuk bersih dari praktik korupsi.
Klarifikasi ini kembali menempatkan Bea Cukai di tengah sorotan publik, menuntut transparansi lebih jauh mengenai upaya pengawasan dan penindakan di pelabuhan sebagai pintu gerbang utama peredaran barang ilegal.





