
Jakarta, 30 Juni 2025 – Pemerintah Indonesia resmi meluncurkan langkah deregulasi sektor perdagangan sebagai bagian dari upaya memperkuat ekosistem kemudahan berusaha dan meningkatkan daya saing nasional. Kebijakan ini merupakan tindak lanjut langsung dari arahan Presiden Prabowo Subianto dalam menyikapi ketidakpastian ekonomi global dan dinamika perdagangan internasional.
Dalam konferensi pers yang berlangsung di Kementerian Perdagangan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa deregulasi ini menjadi langkah strategis reformasi struktural, dengan fokus pada relaksasi impor dan penyederhanaan perizinan usaha. Tujuannya adalah mempercepat proses bisnis, menghilangkan hambatan logistik, dan mendorong pertumbuhan industri dalam negeri.

Presiden Prabowo menggarisbawahi tiga fokus utama dalam kebijakan ini: memberikan kemudahan bagi pelaku usaha, menciptakan lapangan kerja baru, dan memperkuat sektor padat karya agar semakin menarik bagi investor. Sebagai implementasi konkret, pemerintah telah menerbitkan Keputusan Presiden terkait pembentukan Satgas Perundingan Perdagangan, Investasi dan Keamanan Ekonomi Indonesia–Amerika Serikat, Satgas Perluasan Kesempatan Kerja dan Mitigasi PHK, serta Satgas Peningkatan Iklim Investasi dan Percepatan Perizinan Usaha. Di saat yang sama, juga diterbitkan Instruksi Presiden terkait deregulasi percepatan dan kemudahan perizinan.
Salah satu langkah krusial dalam deregulasi ini adalah pencabutan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Nomor 8 Tahun 2024 yang selama ini dinilai memberatkan pelaku usaha. Sebagai gantinya, Pemerintah mengeluarkan Permendag Nomor 16 Tahun 2025 beserta delapan Permendag baru yang mengatur secara spesifik kebijakan impor berdasarkan klaster komoditas. Komoditas yang kini mendapat relaksasi impor antara lain kayu untuk industri, bahan baku pupuk bersubsidi, bahan bakar lain, bahan baku plastik, pemanis industri (sakarin dan siklamat), bahan kimia tertentu, mutiara, food tray, alas kaki, serta sepeda roda dua dan tiga.

Seluruh kebijakan ini disusun melalui pendekatan yang inklusif dan berbasis data, melibatkan Kementerian/Lembaga, asosiasi, serta pelaku industri melalui Regulatory Impact Analysis (RIA) dan rapat teknis lintas sektor. Regulasi baru ini akan mulai berlaku 60 hari sejak diundangkan, memberi waktu bagi seluruh pihak untuk menyesuaikan sistem layanan dan implementasi teknis di lapangan.
Langkah reformasi ini juga memperkuat posisi Indonesia dalam proses aksesi keanggotaan OECD dan menjawab tuntutan dari berbagai kemitraan ekonomi strategis global. Pemerintah berharap deregulasi ini menciptakan kepastian hukum, meningkatkan efisiensi, serta menjadikan iklim usaha di Indonesia semakin kompetitif di tengah persaingan global.